UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
|
NOMOR
4 TAHUN 1996
|
TENTANG
|
HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH
BESERTA
|
BENDA-BENDA YANG BERKAITAN
DENGAN TANAH
|
|
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA
|
|
Presiden Republik Indonesia,
|
Menimbang :
a.
|
bahwa dengan bertambah
meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi,
dibutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, sehingga memerlukan lembaga hak
jaminan yang kuat dan mampu memberi kepastian hukum bagi pihak-pihak yang
berkepentingan yang dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan untuk mewujukan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur
berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
|
b.
|
bahwa sejak berlakunya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
sampai saat ini, ketentuan-ketentuan yang lengkap mengenai Hak Tanggungan
sebagai lembaga hak jaminan yang dapat dibebankan atas tanah berikut atau
tidak berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah, belum terbentuk;
|
c.
|
bahwa ketentuan mengenai
Hypotheek sebagaimana diatur dalam Buku II Kitab Undang-undang hukum Perdata
Indonesia sepanjang mengenai tanah, dan ketentuan mengenai Credietverband
dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana tanah diubah dengan Staatsblad
1937-190, yang berdasarkan Pasal 57 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, masih diberlakukan sementara sampai
dengan terbentuknya Undang-undang tentang Hak Tanggungan, dipandang tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan, sehubungan dengan
perkembangan tata ekonomi Indonesia;
|
d.
|
bahwa mengingat perkembangan
yang telah dan akan terjadi di bidang pengaturan dan administrasi hak-hak
atas tanah serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak, selain Hak
Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan yang telah ditunjuk sebagai obyek
Hak Tanggungan oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, Hak Pakai atas tanah tertentu yang wajib didaftar dan
menurut sifatnya dapat dipindahtangankan, perlu juga dimungkinkan untuk
dibebani Hak Tanggungan;
|
e.
|
bahwa berhubung dengan
hal-hal tersebut di atas, perlu dibentuk undang-undang yang mengatur Hak
Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tanah 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, sekaligus mewujudkan unifikasi Hukum Tanah
Nasional;
|
Mengingat:
1.
|
Pasal
5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal Undang-Undang Dasar 1945;
|
2.
|
Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
|
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG HAK
TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.
|
Hak Tanggungan atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak
Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu
terhadap kreditor-kreditor lain;
|
2.
|
Kreditor adalah pihak yang
berpiutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu;
|
3.
|
Debitor adalah pihak yang
berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu;
|
4.
|
Pejabat Pembuat Akta Tanah,
yang selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk
membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan
akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
|
5.
|
Akta Pemberian Hak Tanggungan
adalah akta PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan kepada kreditor
tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya;
|
6.
|
Kantor Pertanahan adalah unit
kerja Badan Pertanahan Nasional di wilayah kabupaten, kotamadya, atau wilayah
administrative lain yang setingkat, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah
dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.
|
Pasal
2
(1)
|
Hak Tanggungan mempunyai
sifat tidak dapat dibagi-bagi,kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian
Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
(2)
|
Apabila Hak Tanggungan
dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta
Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang
dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai
masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan,
yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak
Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek hak tanggungan untuk menjamin sisa
utang yang belum di lunasi.
|
Pasal 3
(1)
|
Utang yang dijamin
pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau
yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat
permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan
perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan
utang-piutang yang bersangkutan.
|
(2)
|
Hak Tanggungan dapat
diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk
satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.
|
BAB
II
OBYEK
HAK TANGGUNGAN
Pasal
4
(1)
|
Hak atas tanah yang dapat
dibebani Hak Tanggungan adalah
|
||||||
(2)
|
Selain hak-hak atas tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut
ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat
dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.
|
||||||
(3)
|
Pembebanan Hak Tanggungan
pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
|
||||||
(4)
|
Hak Tanggungan dapat juga
dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan,tanaman, dan hasil karya yang
telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut,
dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan
tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.
|
||||||
(5)
|
Apabila bangunan, tanaman,
dan hasil karya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dimiliki oleh
pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut
hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan pada Akta Pemberian Hak
Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu
olehnya dengan akta otentik.
|
Pasal 5
(1)
|
Suatu obyek Hak Tanggungan
dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan
lebih dari satu utang.
|
(2)
|
Apabila suatu obyek Hak
Tanggungan dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan, peringkat
masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada
Kantor Pertanahan.
|
(3)
|
Peringkat Hak Tanggungan yang
didaftar pada tanggal yang sama ditentukan menurut tanggal pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.
|
Pasal 6
Apabila debitor cidera janji,
pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak
Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
|
Pasal 7
Hak
Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut
berada.
BAB
III
PEMBERI
DAN PEMEGANG HAK TANGGUNGAN
Pasal 8
(1)
|
Pemberi Hak Tanggungan adalah
orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan.
|
(2)
|
Kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak
Tanggungan dilakukan.
|
Pasal 9
Pemegang
Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan
sebagai pihak yang berpiutang.
BAB
IV
TATA CARA PEMBERIAN,
PENDAFTARAN,
|
PERALIHAN, DAN
HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN
|
Pasal 10
1)
|
Pemberian Hak Tanggungan
didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan
pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak
terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian
lainnya yang menimbulkan utang tersebut.
|
(2)
|
Pemberian Hak Tanggungan
dilakukan dengan perbuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku.
|
(3)
|
Apabila obyek Hak Tanggungan
berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi
syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan,
pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pcndaftaran
hak atas tanah yang bersangkutan.
|
Pasal 11
1)
|
Di dalam Akta Pemberian
HakTanggungan wajib dicantumkan :
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji, antara lain :
|
Pasal
12
Janji
yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak Tanggungan untuk memiliki obyek
Hak tanggungan apabila debitor cidera janji, batal demi hukum.
Pasal 13
(1)
|
Pemberian Hak Tanggungan
wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
|
(2)
|
Selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak
Tanggungan Yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor
Pertanahan.
|
(3)
|
Pendaftaran Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan
membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku-tanah hak
atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menjalin cacatan tersebut
pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.
|
(4)
|
Tanggal buku-tanah Hak
Tanggungan scbagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh
setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperiukan bagi
pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku-tanah
yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
|
(5)
|
Hak Tanggungan lahir pada
hari tanggal buku-tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
Pasal 14
(1)
|
Sebagai tanda bukti adanya
Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang beriaku.
|
(2)
|
Sertipikat Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat irah-irah dengan kata-kata
"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".
|
(3)
|
Sertipikat Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan beriaku
sebagai pengganti grosse facte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.
|
(4)
|
Kecuali apabila diperjanjikan
lain, sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
|
(5)
|
Sertipikat Hak Tanggungan
diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan.
|
Pasal 15
(1)
|
Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT dan memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
|
||||||
(2)
|
Kuasa Untuk Membebaskan Hak
Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab
apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah di laksanakan atau karena
telah habis jangka waktunya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
|
||||||
(3)
|
Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan
pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya I (satu) bulan
sesudah diberikan.
|
||||||
(4)
|
Surat Kuasa membebankan Hak
Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdafar wajib di ikuti dengan
pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambatl-lambatnya 3 (tiga) bulan
sesudah diberikan.
|
||||||
(5)
|
Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku dalam hal Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan diberikan untuk menjamin kredit tertentu yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang beriaku.
|
||||||
(6)
|
Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan yang tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan
dalam waktu yang ditentukan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) dan ayat
(4), atau waktu yang ditentukan menurut ketentuan sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (5) batal demi hukum.
|
Pasal 16
(1)
|
Jlka piutang yang dijamin
dengan Hak Tanggungan beralih karena cessie, subrogasi, pewarisan, atau
sebab-sebab lain, Hak Tanggungan tersebut ikut beralih karena hukum kepada
kreditor yang baru.
|
(2)
|
Beralihnya Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan oleh kreditor
yang baru kepada Kantor Pertanahan.
|
(3)
|
Pendaftaran beralihnya Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di lakukan oleh Kantor
Pertanahan dengan mencatatnya pada buku tanah Hak Tanggungan dan buku-tanah
hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menjalin catatan
tersebut pada sertifikat Hak Tanggungan dan sertipikat hak atas tanah yang
bersangkutan.
|
(4)
|
Tanggal pencatatan pada buku-tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah
diterimanya secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran
beralihnya Hak Tanggungan dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur,
catatan itu diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
|
(5)
|
Beralihnya Hak Tanggungan
mulai berlaku bagi pihak ketiga pada hari tanggal pencatatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4).
|
Pasal 17
Bentuk
dan isi Akta Pemberian Hak Tanggungan, bentuk dan isi buku-tanah Hak
Tanggungan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tata cara pemberian dan
pendaftaran Hak Tanggungan ditetapkan dan diselenggarakan berdasarkan
Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
|
Pasal 18
(1)
|
Hak Tanggungan hapus karena
hal-hal sebagai berikut :
|
||||||||
(2)
|
Hapusnya Hak Tanggungan
karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian pemyataan
tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak
Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.
|
||||||||
(3)
|
Hapusnya Hak Tanggungan
Karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua
Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah Yang
dibebani Hak tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu
dibersihkan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 19.
|
||||||||
(4)
|
Hapusnya Hak Tanggungan
karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tidak menyebabkan
hapusnya utang yang dijamin.
|
Pasal 19
(1)
|
Pembeli obyek Hak
Tanggungan,baik dalam suatu pelelangan umum atas perintah Ketua Pcngadilan
Negeri maupun dalam jual beli sukarela, dapat meminta kepada pemegang Hak
Tanggungan agar benda yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban Hak
Tanggungan Yang melebihi harga pembelian.
|
(2)
|
Pembersihan obyek Hak
Tanggungan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan pernyataan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan yang berisi
dilepaskannya Hak Tanggungan yang membebani obyek Hak Tanggungan yang
melebihi harga pembelian.
|
(3)
|
Apabila obyek Hak Tanggungan
dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan dan tidak terdapat kesepakatan di
antara para pemegang Hak Tanggunan tersebut mengenai pembersihan obyek Hak
Tanggungan dari beban yang melebihi harga pembeliannya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pembeli benda tersebut dapat mengajukan permohonan kepada
Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak
Tanggungan yang bersangkut untuk menetapkan pembersihan itu dan sekaligus
menetapkan ketentuan mengenai pembagian hasit penjualan lelang di antara para
yang berpiutang dan peringkat mereka menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
|
(4)
|
Permohonan pembersihan obyek
Hak Tanggungan dari Hak Tanggungan yang membebaninya sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tidak dapat dilakukan oleh pembeli benda tersebut apabila
pembelian demikian itu dilakukan dengan jual beli sukarela dan dalam Akta
Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan para pihak telah dengan tegas
mernperjanjikan bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari beban
Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf f.
|
BAB
V
EKSEKUSI
HAK TANGGUNGAN
Pasal
20
(1)
|
Apabila debitor cidera janji,
maka berdasarkan :
|
||||
|
obyek Hak Tanggungan dijual
melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak
mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.
|
||||
(2)
|
Atas kesepakatan pemberi dan
pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak -Tanggungan dapat dilaksanakan
di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi
yang menguntungkan semua pihak.
|
||||
(3)
|
Pelaksanaan penjualan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu
1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau
pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan
sedikit-dikitnya dalam 2(dua) surat kabar yang beredar di daerah yang
bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang
menyatakan keberatan.
|
||||
(4)
|
Setiap janji untuk
melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan
ketentuan pada ayat (I), ayat (2), dan ayat (3) batal demi hukum.
|
||||
(5)
|
Sampai saat pengumumam untuk
lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu
beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.
|
Pasal 21
Apabila
pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap
berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan
Undang-undang ini.
|
BAB VI
PENCORETAN HAK
TANGGUNGAN
Pasal 22
(1)
|
Setelah Hak Tanggungan hapus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak
Tanggungan tersebut pada buku-tanah hak atas tanah dan sertipikatnya.
|
(2)
|
Dengan hapusnya Hak
Tanggungan , sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan
bersama-sama buku-tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak beriaku lagi oleh
Kantor Pertanahan.
|
(3)
|
Apabila sertipikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) karena sesuatu sebab tidak dikembalikan
kepada Kantor Pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku -tanah Hak
Tanggungan.
|
(4)
|
Permohonan pencoretan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pihak yang berkepentingan
dengn melarnpirkan sertipikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh
kreditor bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya
dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan tertulis dari kreditor
bahwa Hak Tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya
dengan Hak Tanggungan yang bersangkutan.
|
(5)
|
Apabila kreditor tidak
bersedia memberikan pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pihak yang
berkepentingan dapat mengajukan permohonan perintah pencoretan tersebut
kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat Hak
Tanggungan yang bersangkutan didaftar.
|
(6)
|
Apabila permohonan perintah
pencoretan timbul dari sengketa yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri
lain, permohonan tersebut harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri
yang memeriksa perkara yang bersangkutan.
|
(7)
|
Permohonan pencoretan catatan
Hak Tanggungan berdasarkan perintah Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dan ayat (6) diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan
melampirkan salinan penetapan atau putusan Pengadilan Negeri yang
bersangkutan.
|
(8)
|
Kantor Pertanahan melakukan
pencoretan catatan Hak Tanggungan menurut tata cara yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan yang beriaku dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja
terhitung sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
ayat (7).
|
(9)
|
Apabila pelunasan utang
dilakukan dengan cara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2),
hapusnya Hak Tanggungan pada bagian obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan
dicatat pada buku tanah dan sertipikat Hak Tanggungan serta pada bukutanah
dan sertipikat hak atas tanah yang telah bebas dari Hak Tanggungan yang
semula membebaninya.
|
BAB VII
SANKSI
ADMINISTRATIF
Pasal 23
(1)
|
Pejabat yang melanggar atau
lalai dalam memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1),
Pasal 13 Ayat (2), dan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang ini dan/atau peraturan
pelaksanaannya dapat dikenai sanksi administratif, berupa :
|
||||||||
(2)
|
Pejabat yang melanggar atau
lalai dalam memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4),
Pasal 16 ayat (4), dan Pasal 22 ayat (8) Undang-undang ini dan/atau peraturan
pelaksanaannya dapat dikenai sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
|
||||||||
(3)
|
Pemberian sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak mengurangi sanksi yang dapat
dikenakan menurut peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
|
||||||||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut
mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
|
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
(1)
|
Hak Tanggungan yang ada
sebelum berlakunya Undang-undang ini, yang menggunakan ketentuan Hypotheek
atau Credietverband berdasarkan Pasal 57 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria diakui, dan selanjutnya
berlangsung sebagai Hak Tanggungan menurut Undang-undanng ini sampai dengan
berakhirnya hak tersebut.
|
(2)
|
Hak Tanggungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan ketentuan-ketentuan mengenai
eksekusi dan pencoretannya sebagaimana diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 22
setelah buku-tanah dan sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan
disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
|
(3)
|
Surat kuasa membebankan
hipotik yang ada pada saat diundangkannya Undang-undang ini dapat digunakan
sebagai Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam waktu 6 (enam) bulan
terhitung sejak saat berlakunya Undang-undang ini, dengan mengingat ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (5).
|
Pasal 25
Sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Undang-undang ini semua peraturan perundang -undangan
mengenai pembebanan Hak Tanggungan kecuali ketentuan-ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 tetap berlaku sampai ditetapkannya peraturan
pelaksanaan Undang-undang ini dan dalam penerapannya disesuaikan dengan
ketentuan dalam Undang-undang ini.
|
Pasal
26
Selama belum ada peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya, dengan memperhatikan ketentuan dalam
Pasal 14, peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada pada mulai berlakunya
Undang-undang ini, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.
|
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Ketentuan Undang-undang ini berlaku juga terhadap
pembebanan hakj aminan atas Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.
Pasal
28
Sepanjang tidak ditentukan
lain dalam Undang-tindang ini, ketentuan lebih lanjut untuk melaksanakan
Undang-undang ini ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
|
Pasal 29
Dengan beriakunya
Undang-undang ini, ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana tersebut
dalam staatsblad 1908-542jo. Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad 1909-584
sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190jo. Staatsblad
1937-191 dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku 11
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan Hak
Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan
tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.
|
Pasal 30
Undang-undang
ini dapat disebut Undang-undang Hak Tanggungan.
Pasal
31
Undang-undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
|
|
|
|
Disahkan di Jakarta
|
|
|
|
|
pada tanggal 9 April
1996
|
|
|
|
|
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
SOEHARTO
|
|
|
|
|
|
|
|
Diundangkan di Jakarta
|
|
|
|
|
pada tanggal 9 April
1996
|
|
|
|
|
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA
|
|
|
|
|
REPUBLIK INDONESIA
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
MOERDIONO
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar