Rabu, 24 Oktober 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951 TENTANG MENGUBAH "ORDONNANTIETIJDELIJKE BIJZONDERE STRAFBEPALINGEN" (STBL. 1948 NOMOR 17) DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DAHULU NOMOR 8 TAHUN 1948

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 1951
TENTANG
MENGUBAH "ORDONNANTIETIJDELIJKE BIJZONDERE STRAFBEPALINGEN" (STBL. 1948
NOMOR 17) DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DAHULU NOMOR 8 TAHUN
1948
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
Bahwa berhubung dengan keadaan yang mendesak dan untuk kepentingan pemerintah dipandang
perlu untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam "Ordonnantie Tijdelijke Byzondere
Strafbepalingen" (Stbl. 1948 No. 17) dan Undang-undang Republik Indonesia dahulu No. 8 tahun
1948.
Menimbang pula:
Bahwa karena keadaan-keadaan yang mendesak, peraturan ini perlu segera diadakan.
Mengingat:
a. Pasal 96, 102 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;
b. "Ordonnantie Tijdelijke Byzondere Strafbepalingen" (Stbl. 1948 No. 17);
c. Undang-undang Republik Indonesia dahulu No. 8 tahun 1948.
MEMUTUSKAN :
A. Menetapkan:
UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG MENGUBAH "ORDONNANTIETIJDELIJKE
BYZONDERE STRAFBEPALINGEN" (STBL. 1948 NOMOR 17) DAN UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA DAHULU NOMOR 8 TAHUN 1948).
Pasal 1
(1) Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba
memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa,
mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan,
mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia
sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati
atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya
dua puluh tahun.
(2) Yang dimaksudkan dengan pengertian senjata api dan amunisi termasuk juga segala barang
sebagaimana diterangkan dalam pasal 1 ayat 1 dari Peraturan Senjata Api
(Vuurwapenregeling : in-, uit-, doorvoer en lossing) 1936 (Stbl. 1937 No. 170), yang telah
diubah dengan Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. No. 278), tetapi tidak termasuk
dalam pengertian itu senjata-senjata yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang
kuno atau barang yang ajaib (merkwaardigheid), dan bukan pula sesuatu senjata yang tetap
tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipergunakan.
(3) Yang dimaksudkan dengan pengertian bahan-bahan peledak termasuk semua barang yang
dapat meledak, yang dimaksudkan dalam Ordonnantie tanggal 18 September 1893 (Stbl.
234), yang telah diubah terkemudian sekali dengan Ordonnantie tanggal 9 Mei 1931 (Stbl.
No. 168), semua jenis mesin, bom-bom, bom-bom pembakar, ranjau-ranjau (mijnen), granatgranat
tangan dan pada umumnya semua bahan peledak baik yang merupakan luluhan
kimia tunggal (enkelvoudige chemischeverbindingen) maupun yang merupakan adukan

Minggu, 21 Oktober 2012

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TANGGAL 18 DESEMBER 2003 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEGAWATI SOEKARNOPUTRI PETA KABUPATEN LINGGA

LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 2003
TANGGAL 18 DESEMBER 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
PETA KABUPATEN LINGGA
KETERANGAN :
: Batas Kabupaten
: Batas Kecamatan
: Ibukota
RGS Mitra 1 of 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1983
TENTANG
ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
1. bahwa pada tanggal 21 Maret 1980 telah dikeluarkan Pengumuman Pemerintah
Republik Indonesia tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;
2. bahwa peningkatan kesejahteraan bangsa dengan memanfaatkan segenap
sumber daya alam yang tersedia, baik hayati maupun non hayati, adalah tujuan
dan tekad bulat Pemerintah dan Bangsa Indonesia;
3. bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, sumber daya alam yang terdapat di dasar
laut dan tanah di bawahnya serta ruang air di atasnya harus dilindungi dan
dikelola dengan cara yang tepat, terarah dan bijaksana;
4. bahwa semua kegiatan penelitian ilmiah mengenai kelautan di perairan yang
berada di bawah kedaulatan dan yurisdiksi Indonesia harus diatur dan
dilaksanakan untuk dan sesuai dengan kepentingan Indonesia;
5. bahwa lingkungan laut di perairan yang berada di bawah kedaulatan dan
yurisdiksi Republik Indonesia harus dilindungi dan dilestarikan;
6. bahwa segenap sumber daya alam hayati dan non hayati yang terdapat di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia baik potensial maupun efektif adalah modal dan
milik bersama Bangsa Indonesia sesuai dengan Wawasan Nusantara;
7. bahwa baik praktek negara maupun Konvensi Hukum Laut yang dihasilkan oleh
Konperensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Ketiga
menunjukkan telah diakuinya rezim zona ekonomi eksklusif selebar 200 (dua
ratus) mil laut sebagai bagian dari hukum laut internasional yang baru;
8. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas perlu ditetapkan undangundang
sebagai landasan bagi pelaksanaan hak berdaulat, hak-hak lain,
yurisdiksi, dan kewajiban-kewajiban Republik Indonesia di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20 ayat. (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
II/MPR/1983;
3. Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960;
4. Undang-undang Nomor 44 Prp Tahun 1960;
5. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967;
6. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973;
7. Undang-undang Nomor. 8 Tahun 1981;
8. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982;
9. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982;
2
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
a. Sumber daya alam hayati adalah semua jenis binatang dan tumbuhan termasuk
bagian-bagiannya yang terdapat di dasar laut dan ruang air Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia;
b. Sumber daya alam non hayati adalah unsur alam bukan sumber daya alam hayati
yang terdapat di dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang air Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia;
c. Penelitian ilmiah adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan penelitian
mengenai semua aspek kelautan di permukaan air, ruang air, dasar laut, dan
tanah di bawahnya di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;
d. Konservasi sumber daya alam adalah segala upaya yang bertujuan untuk
melindungi dan melestarikan sumber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia;
e. Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut adalah segala upaya yang
bertujuan untuk menjaga dan memelihara keutuhan ekosistem laut di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia.
BAB II
ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA
Pasal 2
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut
wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang
berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan
air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal
laut wilayah Indonesia.
Pasal 3
1. Apabila Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia tumpang tindih dengan zona
ekonomi eksklusif negara-negara yang pantainya saling berhadapan atau
berdampingan dengan Indonesia, maka batas zona ekonomi eksklusif antara
Indonesia dan negara tersebut ditetapkan dengan persetujuan antara Republik
Indonesia dan negara yang bersangkutan.
2. Selama persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum ada dan tidak
terdapat keadaan-keadaan khusus yang perlu dipertimbangkan, maka batas
zona ekonomi eksklusif antara Indonesia dan negara tersebut adalah garis
tengah atau garis sama jarak antara garis-garis pangkal laut wilayah Indonesia
atau titik-titik terluar Indonesia dan garis-garis pangkal laut wilayah atau titiktitik
terluar negara tersebut, kecuali jika dengan negara tersebut telah tercapai
3
persetujuan tentang pengaturan sementara yang berkaitan dengan batas Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia termaksud.
BAB III
HAK BERDAULAT, HAK-HAK LAIN, YURISDIKSI
DAN KEWAJIBAN-KEWAJIBAN
Pasal 4
1. Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Republik Indonesia mempunyai dan
melaksanakan :
a. Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan
dan konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati dari dasar laut
dan tanah di bawahnya serta air di atasnya dan kegiatan-kegiatan
lainnya untuk eksplorasi dan eksploitasi ekonomis zona tersebut, seperti
pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin;
b. Yurisdiksi yang berhubungan dengan :
1. pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan, instalasiinstalasi
dan bangunan-bangunan lainnya;
2. penelitian ilmiah mengenai kelautan;
3. perlindungan dan pelestarian lingkungan taut;
c. Hak-hak lain dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan Konvensi
Hukum Laut yang berlaku.
2. Sepanjang yang bertalian dengan dasar laut dan tanah di bawahnya, hak
berdaulat, hak-hak lain, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan menurut peraturan
perundang-undangan Landas Kontinen Indonesia, persetujuan-persetujuan
antara Republik Indonesia dengan negara-negara tetangga dan ketentuanketentuan
hukum internasional yang berlaku-
3. Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan penerbangan
internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa bawah laut diakui
sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang berlaku.
BAB IV
KEGIATAN-KEGIATAN DI ZONA
EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA
Pasal 5
1. Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 4 ayat (2), barang siapa melakukan
eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya alam atau kegiatan-kegiatan lainnya
untuk eksplorasi dan/atau persetujuan internasional tersebut.
2. Dengan tidak mengurangi ketentuan ayat (1), eksplorasi dan/atau eksploitasi
sumber daya alam hayati harus mentaati ketentuan tentang pengelolaan dan
konservasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
3. Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 4 ayat (2), eksplorasi dan eksploitasi
suatu sumber daya alam hayati di daerah tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia oleh orang atau badan hukum atau Pemerintah Negara Asing dapat
diizinkan jika jumlah tangkapan yang diperbolehkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia untuk jenis tersebut melebihi kemampuan Indonesia untuk
memanfaatkannya.
4
Pasal 6
Barangsiapa membuat dan/atau menggunakan pulau-pulau buatan atau instalasiinstalasi
atau bangunan-bangunan lainnya di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia harus
berdasarkan izin dari Pemerintah Republik Indonesia dan dilaksanakan menurut
syarat-syarat perizinan tersebut.
Pasal 7
Barangsiapa melakukan kegiatan penelitian ilmiah di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari dan dilaksanakan
berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Pasal 8
1. Barangsiapa melakukan kegiatan-kegiatan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia,
wajib melakukan langkah-langkah untuk mencegah, membatasi, mengendalikan
dan menanggulangi pencemaran lingkungan laut.
2. Pembuangan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia hanya dapat dilakukan setelah
memperoleh keizinan dari Pemerintah Republik Indonesia.
BAB V
GANTI RUGI
Pasal 9
Barangsiapa melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ketentuanketentuan
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia dan hukum
internasional yang bertalian dengan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan
bangunan-bangunan lainnya di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan
mengakibatkan kerugian, wajib memikul tanggung jawab dan membayar ganti rugi
kepada pemilik pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan
lainnya tersebut.
Pasal 10
Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 7, barangsiapa di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ketentuanketentuan
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia dan hukum
internasional yang berlaku di bidang penelitian ilmiah mengenai kelautan dan
mengakibatkan kerugian, wajib memikul tanggung jawab dan membayar ganti rugi
kepada Republik Indonesia.
Pasal 11
1. Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 8, dan dengan memperhatikan batas
ganti rugi maksimum tertentu, barangsiapa di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan laut dan/atau perusakan
sumber daya alam memikul tanggung jawab mutlak dan membayar biaya
rehabilitasi lingkungan laut dan/atau sumber daya alam tersebut dengan segera
dan dalam jumlah yang memadai.
2. Dikecualikan dari tanggung jawab mutlak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran lingkungan laut
dan/atau perusakan sumber daya alam tersebut terjadi karena :
a. akibat dari suatu peristiwa alam yang berada di luar kemampuannya;
5
b. kerusakan yang seluruhnya atau sebagian, disebabkan oleh perbuatan
atau kelalaian pihak ketiga.
3. Bentuk, jenis dan besarnya kerugian yang timbul sebagai akibat pencemaran
lingkungan laut dan/atau perusakan sumber daya alam ditetapkan berdasarkan
hasil penelitian ekologis.
Pasal 12
Ketentuan tentang batas ganti rugi maksimum, tata cara penelitian ekologis dan
penuntutan ganti rugi tersebut dalam Pasal 11 diatur dalam peraturan perundangundangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
BAB VI
PENEGAKAN HUKUM
Pasal 13
Dalam rangka melaksanakan hak berdaulat, hak-hak lain, yurisdiksi dan kewajibankewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) aparatur penegak hukum
Republik Indonesia yang berwenang, dapat mengambil tindakan-tindakan
penegakan hukum sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana, dengan pengecualian sebagai berikut :
a. Penangkapan terhadap kapal dan/atau orang-orang yang diduga melakukan
pelanggaran di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia meliputi tindakan penghentian
kapal sampai dengan diserahkannya kapal dan/atau orang-orang tersebut
dipelabuhan dimana perkara tersebut dapat diproses lebih lanjut;
b. Penyerahan kapal dan/atau orang-orang tersebut harus dilakukan secepat
mungkin dan tidak boleh melebihi jangka waktu 7 (tujuh) hari, kecuali apabila
terdapat keadaan force majeure;
c. Untuk kepentingan penahanan, tindak pidana yang diatur dalam Pasal 16 dan
Pasal 17 termasuk dalam golongan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Pasal 14
1. Aparatur penegak hukum di bidang penyidikan di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia adalah Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut yang
ditunjuk oleh Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
2. Penuntut umum adalah jaksa pada pengadilan negeri sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3).
3. Pengadilan yang berwenang mengadili pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang ini adalah pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi
pelabuhan dimana dilakukan penahanan terhadap kapal dan/atau orang-orang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a.
Pasal 15
1. Permohonan untuk membebaskan kapal dan/atau orang-orang yang ditangkap
karena didakwa melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini atau
peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan berdasarkan undang-undang
ini, dapat dilakukan setiap waktu sebelum ada keputusan dari pengadilan negeri
yang berwenang.
6
2. Permohonan untuk pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1),dapat
dikabulkan jika pemohon sudah menyerahkan sejumlah uang jaminan yang
layak, yang penetapannya dilakukan oleh pengadilan negeri yang berwenang.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 16
1. Barangsiapa melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ketentuan
Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, dan Pasal 7 dipidana dengan pidana denda setinggitingginya
Rp 225.000.000,- (dua ratus dua puluh lima juta rupiah).
2. Hakim dalam keputusannya dapat menetapkan perampasan terhadap hasil
kegiatan, kapal dan/atau alat perlengkapan lainnya yang digunakan untuk
melakukan tindak pidana tersebut dalam ayat (1).
3. Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang menyebabkan
rusaknya lingkungan hidup dan/atau tercemarnya lingkungan hidup dalam Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia, diancam dengan pidana sesuai dengan
peraturanperundang-undangan yang berlaku di bidang lingkungan hidup.
Pasal 17
Barangsiapa merusak atau memusnahkan barang-barang bukti yang digunakan
untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1),
dengan maksud untuk menghindarkan tindakan-tindakan penyitaan terhadap
barang-barang tersebut pada waktu dilakukan pemeriksaan, dipidana dengan
pidana denda setinggi-tingginya Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 18
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 adalah kejahatan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
Segala ketentuan yang mengatur mengenai eksplorasi dan eksploitasi sumber daya
alam hayati, yang dibuat sebelum diundangkannya undang-undang ini, tetap berlaku
sampai ada perubahan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang
dikeluarkan berdasarkan undang-undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
1. Pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini diatur lebih lanjut
dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan ketentuan undang-undang ini
dapat mencantumkan pidana denda setinggi-tingginya Rp 75.000.000,- (tujuh
puluh lima juta rupiah) terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuannya.
7
Pasal 21
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undangundang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 1983
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 1983
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SUDHARMONO, S.H.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2004
TENTANG
PERBENDAHARAAN NEGARA
I. UMUM
1. Dasar Pemikiran
Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan
hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan
negara. Pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan secara profesional, terbuka, dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).
Sebagai landasan hukum pengelolaan keuangan negara tersebut, pada tanggal 5 April 2003
telah diundangkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 ini menjabarkan lebih lanjut aturan-aturan pokok yang
telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ke
dalam asas-asas umum pengelolaan keuangan negara. Sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 29 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dalam rangka
pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Negara yang ditetapkan dalam APBN dan
APBD, perlu ditetapkan kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan negara.
Sampai dengan saat ini, kaidah-kaidah tersebut masih didasarkan pada ketentuan dalam
Undang-undang Perbendaharaan Indonesia/Indische Comptabiliteitswet (ICW) Staatsblad
Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undangundang
Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860) Undang-undang Perbendaharaan Indonesia
tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan pengelolaan keuangan negara yang sesuai
dengan tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi, dan teknologi. Oleh karena itu, Undangundang
tersebut perlu diganti dengan undang-undang baru yang mengatur kembali ketentuan
di bidang perbendaharaan negara, sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi,
ekonomi, dan teknologi modern.
2. Pengertian, Ruang Lingkup, dan Asas Umum Perbendaharaan Negara
Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan untuk memberikan
landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara. Dalam Undang-undang
Perbendaharaan Negara ini ditetapkan bahwa Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan
dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang
dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
Sesuai dengan pengertian tersebut, dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini diatur
ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan negara, kewenangan pejabat perbendaharaan
RGS Mitra 1 of 18
negara, pelaksanaan pendapatan dan belanja negara/daerah, pengelolaan uang
negara/daerah, pengelolaan piutang dan utang negara/daerah, pengelolaan investasi dan
barang milik negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD,
pengendalian intern pemerintah, penyelesaian kerugian negara/daerah, serta pengelolaan
keuangan badan layanan umum.
Sesuai dengan kaidah-kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, Undangundang
Perbendaharaan Negara ini menganut asas kesatuan, asas universalitas, asas
tahunan, dan asas spesialitas. Asas kesatuan menghendaki agar semua Pendapatan dan
Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran. Asas universalitas
mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen
anggaran. Asas tahunan membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu.
Asas spesialitas mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas
peruntukannya. Demikian pula Undang-undang Perbendaharaan Negara ini memuat ketentuan
yang mendorong profesionalitas, serta menjamin keterbukaan dan akuntabilitas dalam
pelaksanaan anggaran.
Ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan pula
untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, kepada daerah telah diberikan kewenangan
yang luas, demikian pula dana yang diperlukan untuk menyelenggarakan kewenangan itu.
Agar kewenangan dan dana tersebut dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk
penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah, diperlukan kaidah-kaidah sebagai ramburambu
dalam pengelolaan keuangan daerah. Oleh karena itu Undang-undang
Perbendaharaan Negara ini selain menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan reformasi
pengelolaan Keuangan Negara pada tingkat pemerintahan pusat, berfungsi pula untuk
memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Pejabat Perbendaharaan Negara
Sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan
pada hakikatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia,
sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakikatnya adalah Chief Operational Officer
(COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan.
Sesuai dengan prinsip tersebut Kementerian Keuangan berwenang dan bertanggung jawab
atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional, sementara kementerian
negara/lembaga berwenang dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan
sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Konsekuensi pembagian tugas antara Menteri Keuangan dan para menteri lainnya tercermin
dalam pelaksanaan anggaran. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin
terselenggaranya saling-uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran perlu
dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan administratif dengan
pemegang kewenangan kebendaharaan. Penyelenggaraan kewenangan administratif
diserahkan kepada kementerian negara/lembaga, sementara penyeleng-garaan kewenangan
RGS Mitra 2 of 18
kebendaharaan diserahkan kepada Kementerian Keuangan. Kewenangan administratif
tersebut meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan
terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan pembebanan
tagihan yang diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan realisasi
perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul
sebagai akibat pelaksanaan anggaran.
Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang
ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya
berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai
kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku Bendahara
Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus
sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan.
Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada aspek rechmatigheid dan wetmatigheid
dan hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda
dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan
oleh aparat pengawasan fungsional. Dengan demikian, dapat dijalankan salah satu prinsip
pengendalian intern yang sangat penting dalam proses pelaksanaan anggaran, yaitu adanya
pemisahan yang tegas antara pemegang kewenangan administratif (ordonnateur) dan
pemegang fungsi pembayaran (comptable). Penerapan pola pemisahan kewenangan tersebut,
yang merupakan salah satu kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, telah
mengalami ”deformasi” sehingga menjadi kurang efektif untuk mencegah dan/atau
meminimalkan terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran
negara. Oleh karena itu, penerapan pola pemisahan tersebut harus dilakukan secara
konsisten.
4. Penerapan kaidah pengelolaan keuangan yang sehat di lingkungan pemerintahan
Sejalan dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan keuangan negara, dirasakan pula
semakin pentingnya fungsi perbendaharaan dalam rangka pengelolaan sumber daya
keuangan pemerintah yang terbatas secara efisien. Fungsi perbendaharaan tersebut meliputi,
terutama, perencanaan kas yang baik, pencegahan agar jangan sampai terjadi kebocoran dan
penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah dan pemanfaatan dana
yang menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan.
Upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang selama ini lebih banyak
dilaksanakan di dunia usaha dalam pengelolaan keuangan pemerintah, tidaklah dimaksudkan
untuk menyamakan pengelolaan keuangan sektor pemerintah dengan pengelolaan keuangan
sektor swasta. Pada hakikatnya, negara adalah suatu lembaga politik.
Dalam kedudukannya yang demikian, negara tunduk pada tatanan hukum publik. Melalui
kegiatan berbagai lembaga pemerintah, negara berusaha memberikan jaminan kesejahteraan
kepada rakyat (welfare state).
Namun, pengelolaan keuangan sektor publik yang dilakukan selama ini dengan menggunakan
pendekatan superioritas negara telah membuat aparatur pemerintah yang bergerak dalam
kegiatan pengelolaan keuangan sektor publik tidak lagi dianggap berada dalam kelompok
profesi manajemen oleh para profesional. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelurusan kembali
RGS Mitra 3 of 18
pengelolaan keuangan pemerintah dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang
baik (good governance) yang sesuai dengan lingkungan pemerintahan.
Dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini juga diatur prinsip-prinsip yang berkaitan
dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan kas, perencanaan penerimaan dan
pengeluaran, pengelolaan utang piutang dan investasi serta barang milik negara/daerah yang
selama ini belum mendapat perhatian yang memadai.
Dalam rangka pengelolaan uang negara/daerah, dalam Undang-undang Perbendaharaan
Negara ini ditegaskan kewenangan Menteri Keuangan untuk mengatur dan menyelenggarakan
rekening pemerintah, menyimpan uang negara dalam rekening kas umum negara pada bank
sentral, serta ketentuan yang mengharuskan dilakukannya optimalisasi pemanfaatan dana
pemerintah. Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan piutang
negara/daerah, diatur kewenangan penyelesaian piutang negara dan daerah. Sementara itu,
dalam rangka pelaksanaan pembiayaan ditetapkan pejabat yang diberi kuasa untuk
mengadakan utang negara/daerah. Demikian pula, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah dalam Undang-undang
Perbendaharaan Negara ini diatur pula ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan
investasi serta kewenangan mengelola dan menggunakan barang milik negara/daerah.
5. Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran
Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara,
laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah perlu disampaikan secara tepat waktu dan
disusun mengikuti standar akuntansi pemerintahan. Sehubungan dengan itu, perlu ditetapkan
ketentuan yang mengatur mengenai hal-hal tersebut agar:
l Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi;
l Laporan keuangan pemerintah disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan
pemerintahan, yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan
Arus Kas disertai dengan catatan atas laporan keuangan;
l Laporan keuangan disajikan sebagai wujud pertanggungjawaban setiap entitas pelaporan
yang meliputi laporan keuangan pemerintah pusat, laporan keuangan kementerian
negara/lembaga, dan laporan keuangan pemerintah daerah;
l Laporan keuangan pemerintah pusat/daerah disampaikan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah
tahun anggaran yang bersangkutan berakhir;
l Laporan keuangan pemerintah diaudit oleh lembaga pemeriksa ekstern yang independen
dan profesional sebelum disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
l Laporan keuangan pemerintah dapat menghasilkan statistik keuangan yang mengacu
kepada manual Statistik Keuangan Pemerintah (Government Finance Statistics/GFS)
sehingga dapat memenuhi kebutuhan analisis kebijakan dan kondisi fiskal, pengelolaan dan
analisis perbandingan antarnegara (cross country studies), kegiatan pemerintahan, dan
penyajian statistik keuangan pemerintah.
RGS Mitra 4 of 18
Pada saat ini laporan keuangan pemerintah dirasakan masih kurang transparan dan akuntabel
karena belum sepenuhnya disusun mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang sejalan
dengan standar akuntansi sektor publik yang diterima secara internasional. Standar akuntansi
pemerintahan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 32 Undang-undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara menjadi acuan bagi Pemerintah Pusat dan seluruh Pemerintah
Daerah di dalam menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan.
Standar akuntansi pemerintahan ditetapkan dalam suatu peraturan pemerintah dan disusun
oleh suatu Komite Standar Akuntansi Pemerintahan yang independen yang terdiri dari para
profesional. Agar komite dimaksud terjamin independensinya, komite harus dibentuk dengan
suatu keputusan Presiden dan harus bekerja berdasarkan suatu due process. Selain itu, usul
standar yang disusun oleh komite perlu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa
Keuangan. Bahan pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan digunakan sebagai dasar
untuk penyempurnaan. Hasil penyempurnaan tersebut diberitahukan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan, dan selanjutnya usul standar yang telah disempurnakan tersebut diajukan oleh
Menteri Keuangan untuk ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
Agar informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi prinsip
transparansi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
(SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SAP) yang dilaksanakan oleh Kementerian
Keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh kementerian
negara/lembaga.
Selain itu, perlu pula diatur agar laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah dapat
disampaikan tepat waktu kepada DPR/DPRD. Mengingat bahwa laporan keuangan
pemerintah terlebih dahulu harus diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelum
disampaikan kepada DPR/DPRD, BPK memegang peran yang sangat penting dalam upaya
percepatan penyampaian laporan keuangan pemerintah tersebut kepada DPR/DPRD. Hal
tersebut sejalan dengan penjelasan Pasal 30 dan Pasal 31 Undang-undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara yang menetapkan bahwa audit atas Laporan Keuangan
Pemerintah harus diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah Laporan Keuangan
tersebut diterima oleh BPK dari Pemerintah. Selama ini, menurut Pasal 70 ICW, BPK diberikan
batas waktu 4 (empat) bulan untuk menyelesaikan tugas tersebut.
6. Penyelesaian Kerugian Negara
Untuk menghindari terjadinya kerugian keuangan negara/daerah akibat tindakan melanggar
hukum atau kelalaian seseorang, dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini diatur
ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara/daerah. Oleh karena itu, dalam Undangundang
Perbendaharaan Negara ini ditegaskan bahwa setiap kerugian negara/daerah yang
disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus diganti oleh pihak
yang bersalah. Dengan penyelesaian kerugian tersebut negara/daerah dapat dipulihkan dari
kerugian yang telah terjadi.
Sehubungan dengan itu, setiap pimpinan kementerian negara/ lembaga/kepala satuan kerja
perangkat daerah wajib segera melakukan tuntutan ganti rugi setelah mengetahui bahwa dalam
kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan terjadi
kerugian. Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan, sedangkan pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai
RGS Mitra 5 of 18
negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota.
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk
mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana
apabila terbukti melakukan pelanggaran administratif dan/atau pidana.
7. Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dapat dibentuk Badan Layanan
Umum yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Kekayaan Badan Layanan Umum merupakan kekayaan
negara yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk
menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan Umum yang bersangkutan. Berkenaan dengan
itu, rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan Layanan Umum
disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran
serta laporan keuangan kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.
Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum dilakukan oleh Menteri Keuangan, sedangkan
pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan
yang bersangkutan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Program Pemerintah Pusat dimaksud diusulkan di dalam Rancangan Undang-undang
tentang APBN serta disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dengan berpedoman
kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
Ayat (5)
Program Pemerintah Daerah dimaksud diusulkan di dalam Rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD serta disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
daerah dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan daerah dengan berpedoman
RGS Mitra 6 of 18
kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Denda dan/atau bunga dimaksud dapat dikenakan kepada kedua belah pihak.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Gubernur/bupati/walikota menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran, Bendahara Penerimaan
dan/atau Bendahara Pengeluaran berdasarkan usulan Pengguna Anggaran yang bersangkutan.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Dalam rangka pengelolaan kas, investasi yang dimaksud adalah pembelian Surat Utang
Negara.
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
RGS Mitra 7 of 18
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas
Huruf p
Cukup jelas
Huruf q
Cukup jelas
Huruf r
Cukup jelas
Huruf s
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
RGS Mitra 8 of 18
Huruf i
Dalam rangka pengelolaan kas, investasi yang dimaksud adalah pembelian Surat Utang
Negara.
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas
Huruf p
Cukup jelas
Huruf q
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
Tugas kebendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi kegiatan
menerima, menyimpan, menyetor/membayar/ menyerahkan, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan penerimaan/pengeluaran uang dan surat berharga yang berada
dalam pengelolaannya.
Persyaratan pengangkatan dan pembinaan karier bendahara diatur oleh Bendahara Umum
Negara selaku Pembina Nasional Jabatan Fungsional Bendahara.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
RGS Mitra 9 of 18
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Uang negara dimaksud pada ayat ini adalah uang milik negara yang meliputi rupiah dan valuta asing.
Ayat (4)
Dalam hal tertentu, Bendahara Umum Negara dapat membuka rekening pada lembaga
keuangan lainnya.
Pembukaan rekening pada bank umum sebagaimana dimaksud pada ayat ini dilakukan
dengan mempertimbangkan asas kesatuan kas dan asas kesatuan perbendaharaan, serta
optimalisasi pengelolaan kas.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
RGS Mitra 10 of 18
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Hal tertentu yang dimaksud pada ayat ini adalah keadaan belum tersedianya layanan perbankan
di satu tempat yang menjamin kelancaran pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara.
Badan lain yang dimaksud pada ayat ini adalah badan hukum di luar lembaga keuangan yang
memiliki kompetensi dan reputasi yang baik untuk melaksanakan fungsi penerimaan dan
pengeluaran negara.
Kompetensi dimaksud meliputi keahlian, permodalan, jaringan, dan sarana penunjang layanan
yang diperlukan.
Reputasi dinilai berdasarkan perkembangan kinerja badan hukum yang bersangkutan sekurangkurangnya
3 (tiga) tahun terakhir.
Kegiatan operasional dimaksud terutama berkaitan dengan penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi kementerian negara/ lembaga.
Ayat (2)
Penunjukan badan lain tersebut dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mengutamakan badan hukum di luar
lembaga keuangan yang sebagian besar atau seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.
Ayat (3)
Badan lain dimaksud berkewajiban menyampaikan laporan bulanan atas pelaksanaan
penerimaan dan/atau pengeluaran yang dilakukannya. Laporan dimaksud disusun dan
disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Pembukaan rekening dapat dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran/pejabat lain yang ditunjuk.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah
peraturan pemerintah yang mengatur pengelolaan uang negara/daerah.
RGS Mitra 11 of 18
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas kementerian negara/lembaga, kantor/satuan kerja di
lingkungan kementerian negara/lembaga dapat diberi persediaan uang kas untuk keperluan
pembayaran yang tidak dapat dilakukan langsung oleh Kuasa Bendahara Umum Negara
kepada pihak yang menyediakan barang dan/atau jasa. Sehubungan dengan itu, diperlukan
pembukaan rekening untuk menyimpan uang persediaan tersebut sebelum dibayarkan kepada
yang berhak. Tata cara pembukaan rekening dimaksud, serta penggunaan dan mekanisme
pertanggungjawaban uang persediaan tersebut ditetapkan oleh Bendahara Umum Negara
sesuai dengan peraturan pemerintah mengenai pengelolaan uang negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas satuan kerja perangkat daerah, satuan kerja yang
bersangkutan dapat diberi persediaan uang kas untuk keperluan pembayaran yang tidak dapat
dilakukan langsung oleh Bendahara Umum Daerah kepada pihak yang menyediakan barang
dan/atau jasa. Sehubungan dengan itu, diperlukan pembukaan rekening untuk menyimpan
uang persediaan tersebut sebelum dibayarkan kepada yang berhak. Tata cara pembukaan
rekening dimaksud, serta penggunaan dan mekanisme pertanggungjawaban uang persediaan
tersebut ditetapkan oleh Bendahara Umum Negara sesuai dengan peraturan pemerintah
mengenai pengelolaan uang daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Yang dimaksud dengan piutang negara/daerah jenis tertentu antara lain piutang pajak dan
piutang yang diatur dalam undang-undang tersendiri.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan bagian piutang yang tidak disepakati adalah selisih antara jumlah
tagihan piutang menurut pemerintah dengan jumlah kewajiban yang diakui oleh debitur.
Ayat (3)
RGS Mitra 12 of 18
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kedaluwarsaan sebagaimana dimaksud ayat ini dihitung sejak tanggal 1 Januari tahun
berikutnya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dalam menetapkan ketentuan
pelaksanaan pensertifikatan tanah yang dimiliki dan dikuasai pemerintah pusat/daerah
berkoordinasi dengan lembaga yang bertanggung jawab di bidang pertanahan nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
RGS Mitra 13 of 18
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Peraturan Pemerintah yang dimaksud pada ayat ini meliputi perencanaan kebutuhan, tata cara
penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan, penilaian, penghapusan, dan
pemindahtanganan.
Pasal 50
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Barang milik pihak ketiga yang dikuasai dimaksud adalah barang yang secara fisik dikuasai
atau digunakan atau dimanfaatkan oleh pemerintah berdasarkan hubungan hukum yang dibuat
antara pemerintah dan pihak ketiga.
Pasal 51
Ayat (1)
Aset yang dimaksud pada ayat ini adalah sumber daya, yang antara lain meliputi uang,
tagihan, investasi, dan barang, yang dapat diukur dalam satuan uang, serta dikuasai dan/atau
dimiliki oleh pemerintah dan diharapkan memberi manfaat ekonomi/sosial di masa depan.
Ekuitas dana yang dimaksud pada ayat ini adalah kekayaan bersih pemerintah yang
merupakan selisih antara nilai seluruh aset dan nilai seluruh kewajiban atau utang pemerintah.
Ayat (2) dan Ayat (3)
Tiap-tiap kementerian negara/lembaga merupakan entitas pelaporan yang tidak hanya wajib
menyelenggarakan akuntansi, tetapi juga wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
berupa laporan keuangan.
Pasal 52
Peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah Undang-undang tentang kearsipan.
Pasal 53
Cukup jelas
RGS Mitra 14 of 18
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam penyusunan standar akuntansi pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat ini,
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan menetapkan proses penyiapan standar dan meminta
pertimbangan mengenai substansi standar kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
Proses penyiapan standar dimaksud mencakup langkah-langkah yang perlu ditempuh secara
cermat (due process) agar dihasilkan standar yang objektif dan bermutu.
Terhadap pertimbangan yang diterima dari Badan Pemeriksa Keuangan, Komite Standar
Akuntansi Pemerintahan memberikan tanggapan, penjelasan, dan/atau melakukan
penyesuaian sebelum standar akuntansi pemerintahan ditetapkan menjadi peraturan
pemerintah.
Ayat (3)
Keanggotaan Komite Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat ini
berasal dari profesional di bidang akuntansi dan berjumlah sebanyak-banyaknya 9 (sembilan)
orang yang ketua dan wakil ketuanya dipilih dari dan oleh anggota.
Pasal 58
Ayat (1)
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menyelenggarakan sistem pengendalian
intern di bidang perbendaharaan.
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyelenggarakan
sistem pengendalian intern di bidang pemerintahan masing-masing.
Gubernur/bupati/walikota mengatur lebih lanjut dan meyelenggarakan sistem pengendalian
intern di lingkungan pemerintah daerah yang dipimpinnya.
Ayat (2)
Sistem pengendalian intern yang akan dituangkan dalam peraturan pemerintah dimaksud
dikonsultasikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan.
Pasal 59
Ayat (1)
Kerugian negara dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau kelalaian pejabat negara atau
pegawai negeri bukan bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan administratif atau
oleh bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan kebendaharaan.
Ganti rugi sebagaimana dimaksud didasarkan pada ketentuan Pasal 35 Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
RGS Mitra 15 of 18
Penyelesaian kerugian negara perlu segera dilakukan untuk mengembalikan kekayaan negara
yang hilang atau berkurang serta meningkatkan disiplin dan tanggung jawab para pegawai
negeri/pejabat negara pada umumnya, dan para pengelola keuangan pada khususnya.
Ayat (2)
Pejabat lain sebagaimana dimaksud meliputi pejabat negara dan pejabat penyelenggara
pemerintahan yang tidak berstatus pejabat negara, tidak termasuk bendahara dan pegawai
negeri bukan bendahara.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Surat keputusan dimaksud pada ayat ini mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita
jaminan (conservatoir beslaag).
Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian negara adalah menteri/pimpinan lembaga, surat
keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan oleh Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian negara adalah Menteri Keuangan, surat
keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan oleh Presiden.
Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian negara adalah pimpinan lembaga negara, surat
keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan oleh Presiden.
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Surat keputusan dimaksud pada ayat ini mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita
jaminan (conservatoir beslaag).
Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian daerah adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah, surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan
oleh Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah.
Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian daerah adalah Kepala Satuan Kerja Pengelola
Keuangan Daerah, surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara dimaksud
diterbitkan oleh gubernur/bupati/walikota.
Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian daerah adalah pimpinan lembaga pemerintahan
RGS Mitra 16 of 18
daerah, surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan
oleh Presiden.
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan menindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku adalah menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut beserta bukti-buktinya kepada
instansi yang berwenang.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengenaan ganti kerugian negara terhadap pengelola perusahaan umum dan perusahaan
perseroan yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki
oleh Negara Republik Indonesia ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sepanjang tidak
diatur dalam undang-undang tersendiri.
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Pelaksanaan secara bertahap dimaksud disesuaikan dengan kondisi perbankan dan kesiapan
sarana dan prasarana pendukung.
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
RGS Mitra 17 of 18
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4355
RGS Mitra 18 of 18

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2004
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya
pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan dalam
rangka mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk mendukung terwujudnya pembangunan nasional yang berkesinambungan
dan sejalan dengan tantangan perkembangan serta pembangunan ekonomi yang
semakin kompleks, sistem keuangan yang semakin maju serta perekonomian
internasional yang semakin kompetitif dan terintegrasi, maka kebijakan moneter harus
dititikberatkan pada upaya untuk memelihara stabilitas nilai rupiah;
c. bahwa sehubungan dengan itu, perlu dilaksanakan prinsip keseimbangan antara
independensi Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan
pengawasan dan tanggung jawab atas kinerjanya serta akuntabilitas publik yang
transparan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b dan huruf c di atas, dipandang
perlu mengubah dan menyempurna-kan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 20A ayat (1), Pasal 23D, dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66; Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3843);
Dengan persetujuan Bersama
RGS Mitra 1 of 22
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3843), diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 4 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 4 berbunyi sebagai
berikut :
“Pasal 4
(1)
(2)
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak
lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang ini.
(3) Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang-undang ini.”
2. Ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 6 berbunyi
sebagai berikut :
“Pasal 6
(1)
(2)
(3)
Modal Bank Indonesia ditetapkan berjumlah sekurang-kurangnya
Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah).
Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditambah sehingga menjadi
paling banyak 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh kewajiban moneter, dengan
dana yang berasal dari Cadangan Umum atau dari hasil revaluasi aset.
Tata cara penambahan modal dari Cadangan Umum atau dari hasil revaluasi aset
ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.”
3. Ketentuan Pasal 7 diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat baru, yaitu ayat (2), sehingga
keseluruhan Pasal 7 berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 7
(1)
(2)
Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia
melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan
harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.”
4. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf a diubah, sehingga keseluruhan Pasal 10 berbunyi
RGS Mitra 2 of 22
sebagai berikut:
“Pasal 10
(1) Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, Bank Indonesia berwenang:
a. menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan mem-perhatikan sasaran laju
inflasi;
b. melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang
termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing;
2) penetapan tingkat diskonto;
3) penetapan cadangan wajib minimum;
4) pengaturan kredit atau pembiayaan.
(2)
(3)
Cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dapat dilaksanakan juga berdasarkan Prinsip Syariah.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.”
5. Ketentuan Pasal 11 ditambah 2 (dua) ayat baru yaitu ayat (4) dan ayat (5), sehingga
keseluruhan Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 11
(1) Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank
untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan.
(2) Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dijamin oleh Bank penerima dengan
agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar
jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya.
(3)
(4)
(5)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Dalam hal suatu Bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik
dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan, Bank
Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaan-nya
menjadi beban Pemerintah.
Ketentuan dan tata cara pengambilan keputusan mengenai kesulitan keuangan
Bank yang berdampak sistemik, pemberian fasilitas pembiayaan darurat, dan
sumber pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
diatur dalam undang-undang tersendiri, yang ditetapkan selambat-lambatnya akhir
tahun 2004.”
RGS Mitra 3 of 22
6. Penjelasan Pasal 34 ayat (1) diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan, dan
ketentuan Pasal 34 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 34 berbunyi sebagai
berikut :
“Pasal 34
(1)
(2)
Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.
Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan
dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010.”
7.
8.
Penjelasan Pasal 37 ayat (1) diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan.
Ketentuan Pasal 38 ayat (2) diubah, dan menambah 2 (dua) ayat baru yaitu ayat (3) dan
ayat (4), sehingga keseluruhan Pasal 38 berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 38
(1)
(2)
(3)
(4)
Dewan Gubernur melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia
sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini.
Pembagian tugas dan wewenang Anggota Dewan Gubernur dalam melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Dewan Gubernur.
Tata tertib dan tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang Dewan Gubernur
ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.
Kinerja Dewan Gubernur dan Anggota Dewan Gubernur dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya dinilai oleh Dewan Perwakilan Rakyat.”
9. Ketentuan Pasal 40 huruf b diubah, sehingga keseluruhan Pasal 40 berbunyi sebagai
berikut:
“Pasal 40
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Gubernur, calon yang bersangkutan
harus memenuhi syarat:
a. warga negara Indonesia;
b. memiliki integritas, akhlak, dan moral yang tinggi;
c. memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau
hukum.”
10. Ketentuan Pasal 41 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 41 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 41
(1) Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur diusulkan dan diangkat
oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
RGS Mitra 4 of 22
(2)
(3)
(4)
Calon Deputi Gubernur diusulkan oleh Presiden berdasarkan rekomendasi dari
Gubernur.
Dalam hal calon Gubernur, Deputi Gubernur Senior, atau Deputi Gubernur
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat, Presiden wajib mengajukan calon baru.
Dalam hal calon yang diajukan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
untuk kedua kalinya tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden wajib
mengangkat kembali Gubernur, Deputi Gubernur Senior, atau Deputi Gubernur
untuk jabatan yang sama, atau dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
mengangkat Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur untuk jabatan yang
lebih tinggi di dalam struktur jabatan Dewan Gubernur dengan memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6).
(5)
(6)
Anggota Dewan Gubernur diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat
diangkat kembali dalam jabatan yang sama untuk sebanyak-banyaknya 1 (satu) kali
masa jabatan berikutnya.
Penggantian anggota Dewan Gubernur yang telah berakhir masa jabatannya
dilakukan secara berkala setiap tahun paling banyak 2 (dua) orang.”
11. Ayat (1) huruf c Pasal 47 dihapus, dan ayat (2) diubah, serta ditambah 1 (satu) ayat
baru yaitu ayat (3), sehingga keseluruhan Pasal 47 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 47
(1) Anggota Dewan Gubernur baik sendiri maupun bersama-sama dilarang:
a. mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung pada perusahaan mana
pun juga;
b. merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya wajib
memangku jabatan tersebut;
c. dihapus.
(2)
(3)
Dalam hal Anggota Dewan Gubernur melakukan salah satu atau lebih larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a dan huruf b, anggota Dewan Gubernur
tersebut wajib mengundurkan diri dari jabatannya.
Dalam hal Anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
bersedia mengundurkan diri, Presiden menetapkan Anggota Dewan Gubernur
tersebut berhenti dari jabatan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.”
12. Ketentuan Pasal 48 diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat baru, yaitu ayat (2) dan ayat (3),
sehingga keseluruhan Pasal 48 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 48
(1) Anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya,
kecuali karena yang bersangkutan:
a. mengundurkan diri;
b. terbukti melakukan tindak pidana kejahatan;
c. tidak dapat hadir secara fisik dalam jangka waktu 3 bulan berturut-turut tanpa
RGS Mitra 5 of 22
alasan yang dapat dipertanggung- jawabkan;
d. dinyatakan pailit atau tidak mampu memenuhi kewajiban kepada kreditur; atau
e. berhalangan tetap.
(2)
(3)
Anggota Dewan Gubernur yang direkomendasikan untuk diberhentikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d berhak didengar
keterangannya.
Pemberhentian anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.”
13. Ketentuan Pasal 52 diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat baru, yaitu ayat (2), sehingga
keseluruhan Pasal 52 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 52
(1)
(2)
Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas Pemerintah.
Dalam melaksanakan fungsi tersebut pada ayat (1), Bank Indonesia memberikan
bunga atas saldo kas Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
14. Ketentuan Pasal 54 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 54 berbunyi sebagai
berikut:
“Pasal 54
(1)
(2)
Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan/atau mengundang Bank
Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan
keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau masalah lain yang
termasuk kewenangan Bank Indonesia.
Bank Indonesia wajib memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah
mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kebijakan
lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia.”
15. Ketentuan Pasal 55 ayat (4) dan ayat (5) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 55
berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 55
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Dalam hal Pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, Pemerintah
wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia.
Sebelum menerbitkan surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah wajib berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat utang negara yang
diterbitkan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bank Indonesia dilarang membeli surat-surat utang negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk diri sendiri di pasar primer, kecuali surat utang negara
berjangka pendek yang diperlukan oleh Bank Indonesia untuk operasi pengendalian
moneter.
RGS Mitra 6 of 22
Bank Indonesia dapat membeli surat utang negara dalam rangka pemberian
fasilitas pembiayaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) di
pasar primer.”
16. Ketentuan Pasal 58 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 58 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 58
(1) Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan tahunan secara tertulis kepada
Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah pada setiap awal tahun anggaran, yang
memuat:
a. pelaksanaan tugas dan wewenangnya pada tahun sebelumnya; dan
b. rencana kebijakan, penetapan sasaran, dan langkah-langkah pelaksanaan
tugas dan wewenang Bank Indonesia untuk tahun yang akan datang dengan
memperhatikan perkembangan laju inflasi serta kondisi ekonomi dan
keuangan.
(2)
(3)
Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan triwulanan secara tertulis tentang
pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan
Pemerintah.
Laporan tahunan dan laporan triwulanan yang disampaikan oleh Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dievaluasi oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan digunakan sebagai bahan penilaian tahunan terhadap
kinerja Dewan Gubernur dan Bank Indonesia.
(4)
(5)
(6)
Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat memerlukan penjelasan mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya, termasuk dalam
rangka penilaian terhadap kinerja Bank Indonesia, Bank Indonesia wajib
menyampaikan penjelasan secara lisan dan/atau tertulis.
Laporan tahunan dan laporan triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) disampaikan kepada masyarakat secara terbuka melalui media massa
dengan mencantumkan ringkasannya dalam Berita Negara.
Setiap awal tahun anggaran, Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi
kepada masyarakat secara terbuka melalui media massa yang memuat:
a. evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya;
b. rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran moneter untuk tahun yang
akan datang dengan mem-pertimbangkan sasaran laju inflasi serta
perkembangan kondisi ekonomi dan keuangan.”
17. Di antara Pasal 58 dan Pasal 59 disisipkan 1 (satu) pasal baru menjadi Pasal 58A yang
berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 58A
(1)
(2)
Untuk membantu Dewan Perwakilan Rakyat dalam melaksanakan fungsi
pengawasan di bidang tertentu terhadap Bank Indonesia dibentuk Badan Supervisi
dalam upaya meningkatkan akuntabilitas, independensi, transparansi, dan
kredibilitas Bank Indonesia.
RGS Mitra 7 of 22
(3)
(4)
(5)
(6)
Badan Supervisi terdiri 5 (lima) orang anggota terdiri dari seorang Ketua merangkap
anggota, dan 4 (empat) orang anggota yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dan diangkat oleh Presiden untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih
kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Keanggotaan Badan Supervisi dipilih dari orang-orang yang mempunyai integritas,
moralitas, kemampuan/kapabilitas/ keahlian, profesionalisme dan berpengalaman
di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum.
Seluruh biaya Badan Supervisi dibebankan pada anggaran operasional Bank
Indonesia.
Badan Supervisi berkedudukan di Jakarta.
Badan Supervisi menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan
Perwakilan Rakyat sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktuwaktu
apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
18. Ketentuan Pasal 60 ayat (2) dan ayat (3) diubah, serta ditambah 1 (satu) ayat baru
yaitu ayat (4), sehingga keseluruhan Pasal 60 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 60
(1)
(2)
(3)
(4)
Tahun anggaran Bank Indonesia adalah tahun kalender.
Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum dimulai tahun anggaran, Dewan
Gubernur menetapkan anggaran tahunan Bank Indonesia yang meliputi anggaran
untuk kegiatan operasional dan anggaran untuk kebijakan moneter, sistem
pembayaran, serta pengaturan dan pengawasan perbankan.
Anggaran kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan evaluasi
pelaksanaan anggaran tahun berjalan disampaikan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat, dalam hal ini alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang
membidanginya, untuk mendapatkan persetujuan.
Anggaran untuk kebijakan moneter, sistem pembayaran, serta pengaturan dan
pengawasan perbankan, wajib dilaporkan secara khusus kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.”
19. Ketentuan Pasal 62 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 62 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 62
(1) Surplus dari hasil kegiatan Bank Indonesia akan dibagi sebagai berikut:
a. 30% (tiga puluh perseratus) untuk Cadangan Tujuan;
b. sisanya dipupuk sebagai Cadangan Umum sehingga jumlah modal dan
Cadangan Umum menjadi 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh kewajiban
moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
(2) Dalam hal terjadi risiko atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia
yang mengakibatkan modal Bank Indonesia menjadi berkurang dari
Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah), sebagian atau seluruh surplus tahun
RGS Mitra 8 of 22
(3)
(4)
berjalan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan untuk
Cadangan Umum guna menutup risiko dimaksud.
Dalam hal setelah dilakukan upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jumlah
modal Bank Indonesia masih kurang dari Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun
rupiah), Pemerintah wajib menutup kekurangan tersebut yang dilaksanakan setelah
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Sisa surplus setelah dikurangi pembagian sebagaimana diatur pada ayat (1)
diserahkan kepada Pemerintah.”
21. Di antara Pasal 77 dan Pasal 78 disisipkan 1 (satu) pasal baru menjadi Pasal 77 A
yang berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 77A
Ketentuan mengenai mata uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 19, Pasal
20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku hingga
diatur lebih lanjut dengan undang-undang tersendiri.”
Pasal II
1. Sepanjang Undang-undang sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (5) belum
ditetapkan maka pengaturan hal-hal sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (5)
tersebut dituangkan dalam nota kesepakatan antara Pemerintah dan Bank Indonesia.
2. Nota kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh
Pemerintah dan Bank Indonesia selambat-lambatnya akhir Februari 2004.
3. Selama penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia belum berakhir, Cadangan
Tujuan ditetapkan sebesar 10% (sepuluh perseratus).
4. Sepanjang belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur bahwa surplus
Bank Indonesia dikenakan pajak penghasilan, maka berdasarkan Undang-undang ini
surplus Bank Indonesia tidak dikenakan pajak penghasilan.
Pasal III
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
RGS Mitra 9 of 22
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 7
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan Perundangundangan,
Lambock V. Nahattands
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2004
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA
UMUM
Kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional memerlukan penyesuaian kebijakan moneter
dengan tujuan yang dititikberatkan pada upaya mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah yang
ditopang oleh tiga pilar utama yaitu kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian, sistem pembayaran
yang cepat, tepat, dan aman, serta sistem perbankan dan keuangan yang sehat dan efisien. Mekanisme
perumusan kebijakan moneter tersebut harus terkoordinasi dengan perumusan kebijakan di bidang
fiskal dan sektor riil.
Sistem keuangan internasional yang semakin kompetitif dan terintegrasi telah membentuk suatu
perekonomian global yang memudahkan pergerakan arus modal disertai dengan semakin ketatnya
persaingan. Pergerakan arus modal dan persaingan tersebut, selain dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi, juga dapat mengakibatkan kerentanan perekonomian nasional.
Untuk mengatasi berbagai tantangan di atas, perlu dilakukan penyesuaian mekanisme perumusan
kebijakan moneter dan penataan kembali kelembagaan Bank Indonesia sebagai penanggung jawab
RGS Mitra 10 of 22
otoritas kebijakan moneter. Langkah tersebut diperlukan untuk memperkuat akuntabilitas, transparansi,
dan kredibilitas Bank Indonesia tanpa mengurangi makna independensi lembaga negara tersebut.
Berkenaan dengan penataan kelembagaan, untuk membantu Dewan Perwakilan Rakyat dalam
melaksanakan fungsi pengawasan di bidang tertentu terhadap Bank Indonesia dibentuk Badan
Supervisi. Pembentukan Badan Supervisi ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan
akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas Bank Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya,
Badan Supervisi tidak melakukan penilaian terhadap kinerja Dewan Gubernur dan tidak ikut mengambil
keputusan serta tidak ikut memberikan penilaian terhadap kebijakan di bidang sistem pembayaran,
pengaturan dan pengawasan bank serta bidang-bidang yang merupakan penetapan dan pelaksanaan
kebijakan moneter. Badan Supervisi menyampaikan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
Sehubungan dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia, selama ini pelaksanaan fungsi sebagai the
Lender of the Last Resort (LoLR) dilakukan oleh Bank Indonesia melalui pemberian fasilitas kredit
kepada bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek dan dijamin dengan agunan yang
berkualitas tinggi dan mudah dicairkan. Hal ini dirasakan sangatlah terbatas dan belum mencakup
fungsi the Lender of the Last Resort yang dapat digunakan dalam kondisi darurat atau krisis. Untuk itu
dengan Undang-undang ini dimungkinkan Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan
darurat yang pendanaannya menjadi beban pemerintah, dalam hal suatu bank mengalami kesulitan
keuangan yang berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem
keuangan. Mekanisme ini merupakan bagian dari konsep jaring pengaman sektor keuangan (Indonesia
Financial Safety Net) yang akan diatur dalam undang-undang tersendiri.
Berkaitan dengan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN),
Undang-undang ini mewajibkan Bank Indonesia untuk memberikan pendapat dan pertimbangan kepada
Pemerintah mengenai RAPBN serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank
Indonesia. Kewajiban tersebut dimaksudkan agar penyusunan RAPBN dapat mempertimbangkan lebih
cermat aspek moneter yang terkait dengan berbagai kebijaksanaan di bidang fiskal.
Tugas Bank Indonesia untuk mengawasi bank menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 bersifat
sementara. Namun demikian mengingat amanat pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yaitu selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2002 telah terlampaui, maka dengan Undangundang
ini ditegaskan kembali bahwa pengawasan terhadap bank akan dilaksanakan oleh lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan yang independen yang akan dibentuk selambat-lambatnya
pada tanggal 31 Desember 2010. Pengunduran batas waktu pembentukan lembaga tersebut, ditetapkan
dengan memperhatikan kesiapan sumber daya manusia dan infra struktur lembaga tersebut dalam
menerima pengalihan pengawasan bank dari Bank Indonesia.
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dikemukakan di atas, dengan menitikberatkan pada lebih
terkoordinasinya penyusunan kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal dan sektor riil, dan terwujudnya
prinsip keseimbangan antara independensi yang diberikan kepada Bank Indonesia dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya dengan pengawasan dan tanggung jawab terhadap kinerjanya yang harus
memenuhi akuntabilitas publik yang transparan, dipandang perlu untuk melakukan penyesuaian dengan
mengubah dan menyempurnakan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
PASAL DEMI PASAL
Pasal I
RGS Mitra 11 of 22
Angka 1
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai
wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara,
merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan, serta
menjalankan fungsi sebagai lender of the last resort.
Bank Sentral dimaksud mempunyai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah dan tidak melakukan kegiatan intermediasi seperti yang dilakukan oleh
Bank pada umumnya. Walaupun demikian, dalam rangka mendukung tugastugasnya
Bank Sentral dapat melakukan aktifitas perbankan yang dianggap perlu.
Di Indonesia hanya ada satu Bank Sentral sesuai dengan Pasal 23D Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan campur tangan adalah semua bentuk intimidasi, ancaman,
pemaksaan, dan bujuk rayu dari pihak lain yang secara langsung atau tidak
langsung dapat mempengaruhi kebijakan dan pelaksanaan tugas Bank Indonesia.
Tidak termasuk dalam pengertian campur tangan adalah kerja sama yang dilakukan
oleh pihak lain atau bantuan teknis yang diberikan oleh pihak lain atas permintaan
Bank Indonesia dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan pihak lain adalah semua pihak di luar Bank Indonesia
termasuk Pemerintah dan/atau lembaga lainnya.
Ketentuan ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan tugas dan
wewenangnya secara efektif.
Ayat (3)
Bank Indonesia dinyatakan sebagai badan hukum dengan Undang-undang ini dan
dimaksudkan agar terdapat kejelasan wewenang Bank Indonesia dalam
mengelola kekayaan sendiri yang terlepas dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara. Selain itu, Bank Indonesia sebagai badan hukum publik
berwenang menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi dalam batas
kewenangannya.
Angka 2
Pasal 6
Ayat (1)
Modal Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat ini berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan, yang merupakan penjumlahan dari modal, Cadangan
Umum, Cadangan Tujuan dan bagian dari laba yang belum dibagi menurut
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral sebelum Undangundang
ini diberlakukan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kewajiban moneter adalah kewajiban Bank Indonesia
kepada masyarakat, bank, dan Pemerintah yang terdiri atas uang kartal yang
diedarkan, saldo kredit rekening milik bank, milik Pemerintah, dan milik pihak lain
RGS Mitra 12 of 22
yang tercatat di Bank Indonesia serta surat utang yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur
meliputi antara lain:
a. Perlakuan akuntansi untuk modal Bank Indonesia.
b. Persyaratan dan tata cara revaluasi aset.
c. Persyaratan penambahan modal yang berasal dari Cadangan Umum atau
revaluasi aset.
Angka 3
Pasal 7
Ayat (1)
Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud dalam ayat ini adalah kestabilan nilai rupiah
terhadap barang dan jasa, serta terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai
rupiah terhadap barang dan jasa diukur dengan atau tercermin dari
perkembangan laju inflasi. Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain
diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata
uang negara lain.
Kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi
yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan agar kebijakan moneter yang diambil oleh Bank
Indonesia secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dapat dijadikan
acuan yang pasti dan jelas bagi dunia usaha dan masyarakat luas. Di
samping itu, ketentuan ini dimaksudkan pula agar kebijakan yang diambil oleh
Bank Indonesia sudah mempertimbangkan dampaknya terhadap perekonomian
nasional secara keseluruhan, termasuk bidang keuangan negara dan
perkembangan di sektor riil.
Angka 4
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Sasaran laju inflasi ditetapkan oleh Pemerintah. Dalam menetapkan sasaran
laju inflasi, Pemerintah berkoordinasi dengan Bank Indonesia.
Huruf b
Angka 1
Termasuk dalam operasi pasar terbuka pada ayat ini adalah intervensi
di pasar valuta asing yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam
rangka stabilisasi rupiah.
Angka 2
Yang dimaksud dengan penetapan tingkat diskonto adalah penetapan
tingkat bunga tertentu yang diberlakukan oleh Bank Indonesia antara
lain dalam operasi pasar terbuka dalam rangka kredit dari Bank
Indonesia maupun dalam pelaksanaan fungsi lender of last resort
RGS Mitra 13 of 22
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Yang dimaksud dengan pengaturan kredit atau pembiayaan adalah
penetapan pertumbuhan penyaluran kredit atau pembiayaan oleh
lembaga perbankan secara keseluruhan berkaitan dengan
pengendalian moneter.
Ayat (2)
Operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter melalui Bank
berdasarkan prinsip syariah dilakukan dengan cara penetapan nisbah bagi hasil
atau imbalan sebagai pengganti tingkat diskonto yang diberlakukan pada Bank
konvensional.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia
meliputi antara lain:
a. tata cara pelaksanaan operasi pasar terbuka di pasar uang rupiah;
b. tata cara pelaksanaan intervensi valuta asing dalam rangka stabilisasi rupiah;
c. instrumen yang digunakan dalam operasi pasar terbuka;
d. tata cara penetapan tingkat diskonto;
e. penetapan jenis dan besaran cadangan wajib minimum bagi Bank, baik dalam
mata uang rupiah maupun valuta asing;
f. penetapan sanksi administratif terhadap pelanggaran cadangan wajib minimum;
g. pembatasan kredit atau pembiayaan termasuk juga segala bentuk fasilitas
pinjaman dana melalui pasar rupiah dan valuta asing;
h. pengaturan huruf c, huruf d, dan huruf g yang didasarkan pada Prinsip Syariah,
terutama mengenai penetapan nisbah bagi hasil atau imbalan.
Angka 5
Pasal 11
Ayat (1)
Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah kepada Bank yang
dimaksudkan dalam pasal ini hanya dilakukan untuk mengatasi kesulitan Bank
karena adanya ketidaksesuaian antara arus dana masuk yang lebih kecil
dibandingkan dengan arus dana keluar.
Yang dimaksud dengan hari pada ayat ini adalah hari kalender.
Jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari yang dimaksud pada ayat ini
merupakan jangka waktu maksimum yang dimungkinkan termasuk
perpanjangannya.
Apabila kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah tidak dapat dilunasi
pada saat jatuh tempo, Bank Indonesia sepenuhnya berhak mencairkan agunan
yang dikuasainya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bank yang dapat memperoleh bantuan likuiditas adalah Bank yang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, misalnya secara nyata
RGS Mitra 14 of 22
berdasarkan informasi yang diperoleh Bank Indonesia bahwa Bank yang bersangkutan mengalami
kesulitan likuiditas jangka pendek, memiliki agunan yang cukup dan apabila
diperlukan, akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap kondisi Bank
tertentu.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan
meliputi surat berharga dan atau tagihan yang diterbitkan oleh Pemerintah atau
badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian
lembaga pemeringkat yang kompeten dan sewaktu-waktu dengan mudah dapat
dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai.
Yang dimaksud dengan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah misalnya bagi
hasil atau risiko yang ditanggung bersama secara proporsional.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia
memuat antara lain:
a. persyaratan dan tata cara pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah, termasuk didalamnya persyaratan Bank penerima. Dalam
rangka meneliti pemenuhan kesehatan Bank tersebut, Bank Indonesia
melakukan pemeriksaan Bank calon penerima kredit atau pembiayaan;
b. jangka waktu, tingkat suku bunga atau nisbah bagi hasil dan biaya lainnya;
c. jenis agunan berupa surat berharga dan atau tagihan yang mempunyai
peringkat tinggi;
d. tata cara pengikatan agunan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Angka 6
Pasal 34
Ayat (1)
Lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan pengawasan
terhadap Bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang
meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan
pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana
masyarakat.
Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya
berada di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada
Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melakukan
tugasnya lembaga ini (supervisory board) melakukan koordinasi dan kerjasama
dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang akan diatur dalam Undangundang
pembentukan lembaga pengawasan dimaksud.
Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas pengawasan Bank dengan koordinasi dengan Bank Indonesia
dan meminta penjelasan dari Bank Indonesia keterangan dan data makro yang
diperlukan.
RGS Mitra 15 of 22
Ayat (2)
Pengalihan fungsi pengawasan bank dari Bank Indonesia kepada lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan dilakukan secara bertahap setelah
dipenuhinya syarat-syarat yang meliputi infrastruktur, anggaran, personalia,
struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentasi, dan berbagai peraturan
pelaksanaan berupa perangkat hukum serta dilaporkan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Angka 7
Pasal 37
Ayat (1)
Jumlah anggota Dewan Gubernur disesuaikan setelah fungsi pengawasan bank
dialihkan kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dengan
mempertimbangkan prinsip efisiensi.
Angka 8
Pasal 38
Ayat (1)
Dalam rangka pelaksanaan tugasnya, Dewan Gubernur dapat menetapkan
organisasi berikut perangkatnya.
Ayat (2) dan Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur
memuat antara lain:
a. pembagian tugas anggota Dewan Gubernur;
b. pendelegasian wewenang;
c. kode etik Dewan Gubernur.
Ayat (4)
Cukup jelas
Angka 9
Pasal 40
Huruf a
Yang dimaksud dengan warga negara Indonesia adalah orang yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dinyatakan sebagai warga negara
Indonesia.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan memiliki keahlian adalah seseorang yang menguasai
suatu bidang keahlian berdasarkan latar belakang pendidikan, keilmuan, dan
pengalaman yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas yang
bersangkutan.
Yang dimaksud dengan memiliki pengalaman adalah latar belakang perjalanan
karir yang bersangkutan dalam salah satu bidang ekonomi, keuangan,
perbankan atau hukum khususnya yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank
Sentral.
RGS Mitra 16 of 22
Angka 10
Pasal 41
Ayat (1)
Untuk setiap jabatan Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur,
Presiden menyampaikan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang calon kepada
Dewan Perwakilan Rakyat. Usulan tersebut disampaikan selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan yang bersangkutan.
Usulan Presiden tersebut dilakukan dengan memperhatikan pula aspirasi
masyarakat.
Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui atau menolak calon Gubernur, Deputi
Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
sejak usul diterima.
Dalam rangka pemberian persetujuan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat dapat
meminta calon Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur untuk
melakukan presentasi dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat menyangkut
visi, pengalaman, keahlian atau kemampuan, serta hal-hal yang berkaitan
dengan moral dan akhlak calon Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi
Gubernur.
Calon yang telah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan
dan diangkat menjadi Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur
oleh Presiden sebagai kepala negara dengan keputusan Presiden.
Ayat (2)
Rekomendasi dari Gubernur diberikan setelah dilakukan proses seleksi secara
transparan, akuntabel, dan objektif.
Bakal calon Deputi Gubernur yang diseleksi berasal baik dari Bank Indonesia
maupun dari luar Bank Indonesia dengan memberikan kesempatan yang sama
serta memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.
Jumlah calon yang diajukan Gubernur kepada Presiden sekurang-kurangnya 4
(empat) orang dan sebanyak-banyaknya 6 (enam) orang.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Penggantian anggota Dewan Gubernur yang dilakukan secara berkala
dimaksudkan untuk menjamin kesinambungan kepemimpinan dan pelaksanaan
tugas pengelolaan Bank Indonesia.
Angka 11
Pasal 47
Ayat (1)
Huruf a
RGS Mitra 17 of 22
Yang dimaksud dengan mempunyai kepentingan langsung pada suatu
perusahaan adalah apabila yang bersangkutan duduk sebagai
pengurus dalam suatu perusahaan atau menjalankan sendiri usaha
perdagangan barang atau jasa. Yang dimaksud dengan mempunyai
kepentingan tidak langsung adalah apabila yang bersangkutan memiliki
kepentingan melalui kepemilikan saham suatu perusahaan di atas 25 %(dua
puluh lima perseratus).
Huruf b
Mengingat anggota Dewan Gubernur memiliki tugas yang sangat strategis di
bidang moneter, sistem pembayaran, dan pengaturan dan pengawasan
bank sudah sewajarnya apabila anggota Dewan Gubernur lebih profesional
dan loyal terhadap pelaksanaan tugasnya.
Rangkap jabatan yang dimaksud termasuk pengurus pada partai politik serta
lembaga atau organisasi lainnya yang dapat mengganggu kinerja dan
profesionalitasnya berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia.
Namun, berdasarkan keterkaitan tugas dan jabatannya anggota Dewan
Gubernur secara ex-officio dapat merangkap jabatan pada lembagalembaga
tertentu antara lain pada International Monetary Fund (IMF), World
Bank, dan Institut Bankir Indonesia.
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal Deputi Gubernur Senior dan atau Deputi Gubernur yang diketahui telah
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pada ayat (1) tidak bersedia
mengundurkan diri, Gubernur mengajukan usul kepada Presiden untuk meminta
yang bersangkutan mengundurkan diri. Apabila yang melakukan pelanggaran
adalah Gubernur, Presiden meminta yang bersangkutan untuk mengundurkan diri.
Ayat (3)
Cukup jelas
Angka 12
Pasal 48
Ayat (1)
Huruf a
Pengunduran diri sebagaimana disebut dalam pasal ini adalah diajukan secara
sukarela oleh yang bersangkutan atau disebabkan oleh ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) atau Pasal 47 ayat (2).
Huruf b
Pemberhentian karena melakukan tindak pidana kejahatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini harus dibuktikan dengan keputusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Huruf c
Tidak dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini
adalah apabila anggota Dewan Gubernur tidak hadir secara fisik tanpa
pemberitahuan kepada Dewan Gubernur.
RGS Mitra 18 of 22
Huruf d
Pailit dan tidak mampu memenuhi kewajiban adalah berdasarkan putusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Huruf e
Yang dimaksud dengan berhalangan tetap adalah meninggal dunia,
mengalami cacat fisik dan/atau cacat mental yang tidak memungkinkan
yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik, atau
kehilangan kewarganegaraan Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Angka 13
Pasal 52
Ayat (1)
Sebagai pemegang kas Pemerintah, Bank Indonesia pada dasarnya
menatausahakan seluruh rekening Pemerintah. Pelaksanaan penatausahaan
tersebut dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan Bank Indonesia bersama
Pemerintah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah undang-undang
yang mengatur perbendaharaan negara.
Angka 14
Pasal 54
Cukup jelas
Angka 15
Pasal 55
Ayat (1)
Konsultasi ini diperlukan agar penerbitan surat utang negara tepat waktu dan tidak
berakibat negatif terhadap kebijakan moneter sehingga pelaksanaan penjualan
surat utang tersebut dapat dilakukan dengan persyaratan yang dapat diterima
pasar serta menguntungkan Pemerintah.
Ayat (2)
Pelaksanaan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dengan
komisi yang membidangi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Ayat (3)
Apabila penerimaan negara dari pajak, laba, perusahaan negara, dan sebagainya
tidak cukup untuk membiayai pengeluaran negara seluruhnya, kekurangan
tersebut di atas ditutup dengan dana yang berasal dari masyarakat, baik berupa
pinjaman dalam negeri maupun masyarakat luar negeri dengan menerbitkan
surat-surat utang negara.
Pembelian surat-surat utang negara oleh Bank Indonesia hanya dapat dilakukan
secara tidak langsung atau di pasar sekunder.
RGS Mitra 19 of 22
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan surat utang negara yang diperlukan untuk operasi
pengendalian moneter dalam ayat ini adalah surat utang negara berjangka
pendek dengan waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Ayat (5)
Cukup jelas
Angka 16
Pasal 58
Ayat (1)
Laporan tahunan yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat adalah
dalam rangka akuntabilitas, sedangkan laporan tahunan kepada Pemerintah
adalah dalam rangka informasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Penyampaian informasi kepada masyarakat, di samping sebagai cerminan azas
transparansi juga dimaksudkan agar masyarakat mengetahui arah kebijakan
moneter yang dapat dipakai sebagai salah satu pertimbangan penting dalam
perencanaan usaha para pelaku pasar.
Angka 17
Pasal 58A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengawasan di bidang tertentu adalah melakukan tugas:
a. telaahan atas laporan keuangan tahunan Bank Indonesia;
b. telaahan atas anggaran operasional dan investasi Bank Indonesia;
c. telaahan atas prosedur pengambilan keputusan kegiatan operasional di luar
kebijakan moneter dan pengelolaan aset Bank Indonesia.
Badan Supervisi dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud di atas tidak
melakukan penilaian terhadap kinerja Dewan Gubernur dan tidak ikut mengambil
keputusan serta tidak ikut memberikan penilaian terhadap kebijakan di bidang
sistem pembayaran, pengaturan dan pengawasan bank serta bidang-bidang yang
merupakan penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Badan Supervisi
tidak dapat:
a. menghadiri Rapat Dewan Gubernur;
b. mencampuri dan menilai kebijakan Bank Indonesia;
RGS Mitra 20 of 22
c. mengevaluasi kinerja Dewan Gubernur;
d. menyatakan pendapat untuk mewakili Bank Indonesia;
e. menyampaikan informasi yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya langsung
kepada publik.
Hasil telaahan atas laporan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia
tersebut disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Ayat (2)
Keanggotaan Badan Supervisi diusulkan oleh Presiden sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) orang.
Ketua Badan Supervisi dipilih dari dan oleh anggota Badan Supervisi.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Badan Supervisi bertempat yang disediakan oleh Bank Indonesia.
Ayat (6)
Cukup jelas
Angka 18
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat ini diberikan melalui konsultasi
dengan komisi yang membidangi Bank Indonesia dan perbankan selambatlambatnya
31 Desember tiap tahun anggaran. Apabila setelah tanggal 31
Desember belum mendapat persetujuan, anggaran yang diusulkan dianggap
disetujui.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan secara khusus adalah dilaporkan secara tertutup kepada
komisi yang membidangi Bank Indonesia dan perbankan.
Angka 19
Pasal 62
Ayat (1)
Cadangan Umum dipergunakan untuk menambah modal atau menutup defisit Bank
Indonesia, sedangkan Cadangan Tujuan dipergunakan antara lain untuk biaya
penggantian dan atau pembaruan harta tetap, pengadaan perlengkapan yang
diperlukan, dan pengembangan organisasi dan sumber daya manusia dalam
melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia serta penyertaan yang
diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 64.
Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, pembagian
RGS Mitra 21 of 22
surplus Bank Indonesia untuk Cadangan Tujuan ditetapkan sebesar 20% (dua puluh perseratus) yang
digunakan untuk biaya penggantian/pembaruan aktiva tetap dan perlengkapan
yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan usaha Bank Indonesia.
Dalam Undang-undang ini, Cadangan Tujuan digunakan untuk biaya penggantian
dan atau pembaruan harta tetap, pengadaan perlengkapan yang diperlukan,
pengembangan sumber daya manusia dan organisasi dalam melaksanakan tugas
dan wewenang Bank Indonesia serta penyertaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 64.
Pembagian surplus pada Bank Indonesia untuk Cadangan Tujuan dalam Undangundang
ini ditingkatkan menjadi 30% (tiga puluh perseratus), mengingat
tantangan yang dihadapi Bank Indonesia, antara lain perlunya peningkatan
kualitas sumber daya manusia yang berkesinambungan serta perlunya
peningkatan kualitas teknologi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Dalam hal modal termasuk Cadangan Umum telah mencapai 10% (sepuluh
perseratus) dari kewajiban moneter, sisa surplus yang merupakan bagian
Pemerintah terlebih dahulu harus digunakan untuk membayar kewajiban
Pemerintah kepada Bank Indonesia.
Angka 20
Pasal 77
Cukup jelas
Angka 21
Pasal 77A
Cukup jelas
Pasal II
Cukup jelas
Pasal III
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4357
RGS Mitra 22 of 22