UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
16 TAHUN 1985
TENTANG
RUMAH
SUSUN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia
Menimbang :
a.
|
bahwa untuk mewujudkan
kesejahteraan umum dan peningkatan taraf hidup rakyat,
khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok akan
perumahan sebagaimana diamanatkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara,
diperlukan peningkatan usaha-usaha penyediaan perumahan yang layak, dengan
harga yang dapat dijangkau oleh daya beli rakyat terutama golongan masyarakat
yang mempunyai penghasilan rendah;
|
|
|
b.
|
bahwa dalam rangka
peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan
untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman terutama di
daerah-daerah yang berpenduduk padat tetapi hanya tersedia luas tanah yang
terbatas, dirasakan perlu untuk membangun perumahan dengan sistem lebih dari
satu lantai, yang dibagi atas bagian-bagian yang dimiliki bersama dan
satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki secara terpisah untuk dihuni,
dengan memperhatikan faktor sosial budaya yang hidup dalam masyarakat;
|
|
|
c.
|
bahwa dalam rangka
peningkatan pembangunan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b, diperlukan adanya pengaturan dalam bentuk Undang-Undang.
|
Mengingat :
1.
|
Pasal
5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
|
|
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
|
|
|
3.
|
Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1962 tentang Pokok-pokok Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor
40) menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2611);
|
Dengan persetujuan
|
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
|
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG RUMAH
SUSUN
BAB
I
|
KENTENTUAN
UMUM
|
Pasal
1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan :
1.
|
"Rumah Susun"
adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang
terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah
horizontal maupun veritikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing
dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian,
yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda bersama dan tanah-bersama.
|
|
|
2.
|
"Satuan rumah
susun" adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan
secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana penghubung ke
jalan umum.
|
|
|
3.
|
"Lingkungan" adalah
sebidang tanah dengan batas-batas yang jelas yang di atasnya dibangun rumah
susun termasuk prasarana dan fasilitasnya, yang secara keseluruhan merupakan
kesatuan tempat pemukiman.
|
|
|
4.
|
"Bagian bersama"
adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian
bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun.
|
|
|
5.
|
"Benda bersama"
adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki
bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.
|
|
|
6.
|
"Tanah bersama"
adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak
terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam
persyaratan izin bangunan.
|
|
|
7.
|
"Hipotik" adalah
hak tanggungan yang pengertiannya sesuai dengan Pasal 1162 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia yang selama pengaturannya belum
dilengkapi dengan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, menggunakan ketentuan-ketentuan tentang
hipotik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang belum ada
pengaturannya dalam Undang-Undang ini.
|
|
|
8.
|
"Fidusia"
adalah hak jaminan yang berupa penyerahan hak atas benda berdasarkan
kepercayaan yang disepakati sebagai jaminan bagi pelunasan piutang kreditur.
|
|
|
9.
|
"Pemilik" adalah
perseorangan atau badan hukum yang memiliki satuan rumah susun yang memenuhi
syarat sebagai pemegang hak atas tanah.
|
|
|
10.
|
"Penghuni"
adalah perseorangan yang bertempat tinggal dalam satuan rumah susun
|
|
|
11.
|
"Perhimpunan
penghuni" adalah perhimpunan yang anggotanya terdiri dari para penghuni
|
|
|
12.
|
"Badan Pengelola" adalah badan yang bertugas
untuk mengelola rumah susun.
|
|
BAB
II
|
LANDASAN
DAN TUJUAN
|
Pasal
2
Pembangunan rumah susun
berlandaskan pada asas kesejahteraan umum, keadilan dan pemerataan, serta
keserasian dan keseimbangan dalam perikehidupan.
Pasal 3
Pembangunan
rumah susun bertujuan untuk :
(1)
|
|
||||
|
|
||||
(2)
|
Memenuhi kebutuhan untuk
kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat, dengan tetap
mengutamakan ketentuan ayat (1) huruf a.
|
|
BAB
III
|
PENGATURAN DAN PEMBINAAN RUMAH SUSUN
|
Pasal
4
(1)
|
Pemerintah melakukan
pengaturan dan pembinaan rumah susun
|
|
|
(2)
|
Pemerintah dapat menyerahkan
kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan sebagian urusan pengaturan dan
pembinaan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
|
|
|
(3)
|
Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
|
BAB
IV
|
PEMBANGUNAN
RUMAH SUSUN
|
Pasal
5
(1)
|
Rumah susun dibangun sesuai
dengan tingkat keperluan dan kemampuan masyarakat terutama bagi yang
berpenghasilan rendah.
|
|
|
(2)
|
Pembangunan rumah susun dapat
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi, dan
Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak dalam bidang itu, serta Swadaya
Masyarakat.
|
Pasal
6
(1)
|
Pembangunan
rumah susun memenuhi persyaratan teknis dan administratif.
|
|
|
(2)
|
Ketentuan-ketentuan pokok
tentang persyaratan teknis dan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal
7
(1)
|
Rumah susun hanya dapat
dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah
Negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
|
||||||
|
|
||||||
(2)
|
Penyelenggaraan pembangunan
yang membangun rumah susun di atas tanah yang dikuasai dengan hak
pengelolaan, wajib menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak
pengeloiaan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebelum menjual satuan rumah susun yang bersangkutan.
|
||||||
|
|
||||||
(3)
|
Penyelenggaraan pembangunan
wajib memisahkan rumah susun atas satuan dan bagian bersama dalam bentuk
gambar dan uraian yang disahkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memberi kejelasan atas :
|
|
BAB
V
|
PEMILIKAN
SATUAN RUMAH SUSUN
|
Pasal
8
(1)
|
Satuan rumah susun dimiliki
oleh perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak
atas tanah.
|
|
|
(2)
|
Hak milik atas satuan rumah
susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah.
|
|
|
(3)
|
Hal milik atas satuan rumah
susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi juga hak atas
bagian-bersama, benda-bersama dan tanah-bersama yang semuanya merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
|
|
|
(4)
|
Hak atas bagian-bersama,
benda-bersama, dan hak atas tanah-bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
didasarkan atas luas atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan pada
waktu satuan tersebut diperoleh pemiliknya yang pertama.
|
Pasal
9
(1)
|
Sebagai tanda bukti hak milik
atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diterbitkan
sertifikat hak milik atas satuan rumah susun.
|
||||||
|
|
||||||
(2)
|
Sertifikat hak milik atas
satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas :
|
kesemuanya merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan.
Pasal
10
(1)
|
Hak milik atas satuan rumah
susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dapat beralih dengan cara
pewarisan atau dengan cara pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
|
|
|
(2)
|
Pemindahan hak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan
didaftarkan pada Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan
menurut Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 19
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.
|
Pasal
11
(1)
|
Pemerintah memberikan
kemudahan bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk
memperoleh dan memiliki satuan rumah susun.
|
|
|
(2)
|
Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
|
BAB
VI
|
PEMBEBANAN
DENGAN HIPOTIK DAN FIDUSIA
|
Pasal
12
(1)
|
Rumah susun berikut tanah
tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya yang merupakan atau kesatuan
dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang dengan :
|
||||
|
|
||||
(2)
|
Hipotik atau fidusia dapat
juga dibebankan atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) beserta rumah
susun yang akan dibangun sebagai jaminan pelunasan kredit yang dimaksudkan
untuk membiayai pelaksanaan pembangunan rumah susun yang telah direncanakan
di atas tanah yang bersangkutan dan yang pemberian kreditnya dilakukan secara
bertahap sesuai dengan pelaksanaan pembangunan rumah susun tersebut.
|
Pasal
13
Dengan tidak mengurangi
ketentuan Pasal 12, hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) dapat dijadikan jaminan hutang dengan :
a.
|
dibebani hipotik, jika
tanahnya tanah hak milik atau hak guna bangunan.
|
|
|
b.
|
dibebani fidusia, jika
tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara.
|
Pasal
14
(1)
|
Pemberian hipotik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat
Akta Tanah dan wajib didaftarkan pada Kantor Agraria Kabupaten dan Kotamadya
untuk dicatat pada buku tanah dan sertifikat hak yang bersangkutan.
|
|
|
(2)
|
Dalam akta pemberian hipotik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dimuat janji-janji yang berlaku
juga bagi fihak ketiga.
|
|
|
(3)
|
Sebagai tanda bukti adanya
hipotik sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 dan pasal 13, diterbitkan
sertifikat hipotik yang terdiri dari salinan buku tanah hipotik dan salinan
akta Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
|
|
|
(4)
|
Tanggal buku tanah hipotik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah tanggal yang ditetapkan tujuh hari
setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi
pendaftarannya oleh Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan
atau jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, maka buku tanah yang
bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
|
|
|
(5)
|
Sertifikat hipotik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) mempunyai kekuatan eksekutorial dan dapat
dilaksanakan sebagai putusan pengadilan.
|
|
|
(6)
|
Bentuk dan isi akta Pejabat
Pembuat Akta Tanah, bentuk dan isi buku tanah hipotik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) serta hal-hal lain mengenai pendaftaran hipotik dan pemberian
sertifikat sebagai tanda bukti, ditetapkan dan diselenggarakan berdasarkan
ketentuan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
Undang-undang Nomor 5 tahun 1960.
|
Pasal
15
(1)
|
Pemberian fidusia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat
Akta Tanah dan wajib didaftarkan pada Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya
untuk dicatat pada buku tanah dan sertifikat hak yang bersangkutan.
|
|
|
(2)
|
Bentuk dan isi akta Pejabat
Pembuat Akta Tanah dan hal-hal lain mengenai pencatatan fidusia sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dan diselenggarakan berdasarkan ketentuan
Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Nomor
5 Tahun 1960.
|
Pasal
16
(1)
|
Dalam pemberian hipotik atau
fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 dapat diperjanjikan
bahwa pelunasan hutang yang dijamin dengan hipotik atau fidusia itu dapat
dilakukan dengan cara angsuran sesuai dengan tahap penjualan satuan rumah
susun, yang besarnya sebanding dengan nilai satuan yang terjual.
|
|
|
(2)
|
Dalam hal dilakukan pelunasan
dengan cara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka satuan rumah susun yang
harganya telah dilunasi tersebut bebas dari hipotik atau fidusia yang semula
membebaninya.
|
Pasal
17
(1)
|
Atas kesepakatan pemberi dan
pemegang hipotik atau fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal
13, eksekuasi hipotik atau fidusia yang bersangkutan dapat dilaksanakan di
bawah tangan jika dengan cara demikian akan dapat diperoleh harga tertinggi
yang menguntungkan semua pihak.
|
|
|
(2)
|
Pelaksanaan penjualan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), baru dapat dilakukan setelah lewat 1
(satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan
dan diumumkan dalam dua surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan,
dan/atau media massa cetak setempat, tanpa ada pihak yang menyatakan
keberatan.
|
|
BAB
VII
|
PENGHUNIAN DAN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN
|
Pasal
18
(1)
|
Satuan rumah susun yang telah
dibangun baru dapat dijual untuk dihuni setelah mendapat izin kelayakan untuk
dihuni dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
|
|
|
(2)
|
Ketentuan mengenai izin
kelayakan sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal
19
(1)
|
Penghuni
rumah susun wajib membentuk perhimpunan penghuni.
|
|
|
(2)
|
Perhimpunan penghuni
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberi kedudukan sebagai badan hukum
berdasarkan Undang-undang ini.
|
|
|
(3)
|
Perhimpunan penghuni
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berkewajiban untuk mengurus kepentingan
bersama para pemilik dan penghuni yang bersangkutan dengan pemilikan dan
penghuniannya.
|
|
|
(4)
|
Perhimpunan penghuni dapat
membentuk atau menunjuk badan pengelola yang bertugas untuk menyelenggarakan
pengelolaan yang meliputi pengawasan terhadap penggunaan bagian-bersama,
benda-bersama, tanah-bersama, dan pemeliharaan serta perbaikannya.
|
|
|
(5)
|
Ketentuan tentang perhimpunan
penghuni dan badan pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
|
BAB
VIII
|
PENGAWASAN
|
Pasal
20
(1)
|
Pengawasan
terhadap pelaksanaan ketentuan Undang-undang ini dilakukan oleh Pemerintah.
|
|
|
(2)
|
Tata cara pelaksanaan
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
|
|
BAB
IX
|
KETENTUAN
PIDANA
|
Pasal
21
(1)
|
Barang siapa dengan sengaja
melanggar ketentuan Pasal 6, Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (1) diancam
dengan pidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun atau setinggi-tingginya
Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
|
|
|
(2)
|
Perbuatan pidana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.
|
|
|
(3)
|
Barang siapa karena
kelalaiannya menyebabkan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, Pasal 17 ayat (2), dan Pasal 18 ayat (1) diancam dengan pidana
kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp.
1.000.000 (satu juta rupiah)
|
|
|
(4)
|
Perbuatan pidana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) adalah pelanggaran.
|
Pasal
22
Selain pidana yang dijatuhkan
karena kelalaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), maka terhadap
kelalaian tersebut dibebankan kewajiban untuk memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 17 ayat (2), dan Pasal 18 ayat (1).
Pasal
23
Peraturan Pemerintah yang
mengatur pelaksanaan Undang-undang ini dapat memuat ancaman pidana kurungan
selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000
(satu juta rupiah).
BAB
X
|
KETENTUAN
KETENTUAN LAIN
|
Pasal
24
(1)
|
Ketentuan-ketentuan dalam
Undang-undang ini berlaku dengan penyesuaian menurut kepentingannya terhadap
rumah susun yang dipergunakan untuk keperluan lain.
|
|
|
(2)
|
Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
|
BAB
XI
|
KETENTUAN
PERALIHAN
|
Pasal
25
Pada
saat mulai berlakunya Undang-undang ini semua ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan rumah susun yang tidak bertentangan
dengan Undang-undang ini tetap berlaku selama belum ditetapkan penggantinya
berdasarkan Undang-undang ini.
|
BAB
XII
|
KETENTUAN
PENUTUP
|
Pasal
26
Undang-undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
|
|
|
Disahkan di Jakarta
|
|
|
|
|
pada tanggal 31 Desember 1985
|
|
|
|
|
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ttd
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
S O
E H A R T O
|
|
|
|
|
|
Diundangkan di
Jakarta
|
|
|
|
|
pada tanggal 31 Desember 1985
|
|
|
|
|
MENTERI/ SEKRETARIS NEGARA
|
|
|
|
|
REPUBLIK INDONESIA
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar