Sabtu, 20 Oktober 2012

Undang-Undang No. 5 TAHUN 1979 TENTANG PEMERINTAHAN DESA

Undang-Undang No. 5 TAHUN 1979
TENTANG PEMERINTAHAN DESA
Bentuk : Undang-Undang
Nomor : 5 TAHUN 1979 (5/1979)
Tanggal : 1 DESEMBER 1979 (JAKARTA)
Sumber : LN 1979/56; TLN NO. 3153
Tentang : PEMERINTAHAN DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa Undang-undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang
b. Desapraja (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 84), tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan dan karenanya perlu diganti;
c. bahwa sesuai dengan sifat Negara Kesatuan Republik Indonesia maka
kedudukan pemerintahan Desa sejauh mungkin diseragamkan, dengan
mengindahkan keragaman keadaan Desa dan ketentuan adat istiadat yang
masih berlaku untuk memperkuat pemerintahan Desa agar makin mampu
menggerakkan masyarakat dalam partisipasinya dalam pembangunan dan
menyelenggarakan administrasi Desa yang makin meluas dan efektif;
d. bahwa berhubung dengan itu, dipandang perlu segera mengatur bentuk dan
susunan pemerintahan Desa dalam suatu Undang-undang yang dapat
memberikan arah perkembangan dan kemajuan masyarakat yang berazaskan
Demokrasi Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
1945;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/ 1978 tentang Garisgaris
Besar Haluan Negara;
3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan tidak berlakunya
berbagai Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2901);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3037);
DENGAN PERSETUJUAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DESA
22::1100
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
a. Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan
berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. Kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat, yang
tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri;
c. Dusun adalah bagian wilayah dalam Desa yang merupakan lingkungan kerja
pelaksanaan pemerintahan Desa;
d. Lingkungan adalah bagian wilayah dalam Kelurahan yang merupakan
lingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan Kelurahan;
e. Pemerintah, Pemerintah Daerah, Kepala Daerah, Peraturan Daerah, Kecamatan,
Pemerintahan Umum, Pemerintahan Daerah, dan Pejabat yang berwenang,
adalah pengertian-pengertian menurut ketentuan Undang-undang Nomor 5
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah;
f. Pembentukan Desa dan Kelurahan adalah tindakan mengadakan Desa dan
Kelurahan baru di luar wilayah Desa-desa dan Kelurahan-kelurahan yang telah
ada;
g. Pemecahan Desa dan Kelurahan adalah tindakan mengadakan Desa dan
Kelurahan baru di dalam wilayah Desa dan Kelurahan;
h. Penyatuan Desa dan Kelurahan adalah penggabungan dua Desa dan Kelurahan
atau lebih menjadi satu Desa dan Kelurahan baru;
i. Penghapusan Desa dan Kelurahan adalah tindakan meniadakan Desa dan
Kelurahan yang ada.
BAB II
DESA
Bagian Pertama
Pembentukan, Pemecahan, Penyatuan,
dan Penghapusan Desa
Pasal 2
1. Desa dibentuk dengan memperhatikan syarat-syarat luas wilayah, jumlah
penduduk dan syarat-syarat lain yang akan ditentukan lebih lanjut dengan
peraturan Menteri Dalam Negeri.
2. Pembentukan nama, batas, kewenangan, hak dan kewajiban Desa ditetapkan
dan diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan
oleh Menteri Dalam Negeri.
3. Ketentuan tentang pemecahan, penyatuan dan penghapusan Desa diatur
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
4. Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2), baru berlaku sesudah ada
pengesahan dari pejabat yang berwenang.
33::1100
Bagian Kedua
Pemerintah Desa
Pasal 3
1. Pemerintah Desa terdiri atas :
a. Kepala Desa;
b. Lembaga Musyawarah Desa.
2. Pemerintah Desa dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Perangkat Desa.
3. Perangkat Desa terdiri atas :
a. Sekretariat Desa;
b. Kepala-kepala Dusun.
4. Susunan organisasi dan tatakerja Pemerintah Desa dan Perangkat Desa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
5. Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (4) baru berlaku sesudah ada
pengesahan dari pejabat yang berwenang.
Bagian Ketiga
Kepala Desa
Paragrap Satu
Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 4
Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk Desa Warganegara
Indonesia yang :
a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. berkelakuan baik, jujur, adil, cerdas, dan berwibawa;
d. tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam sesuatu kegiatan yang
mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dsar 1945, seperti G.30.S/ PKI dan atau kegiatan-kegiatan
organisasi terlarang lainnya;
e. tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan Keputusan Pengadilan yang mempunyai
kekuatan pasti;
f. tidak sedang menjalankan pidana penjara atau kurungan berdasarkan
Keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan pasti, karena tindak
pidana yang dikenakan ancaman pidana sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
g. terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal tetap di Desa yang
bersangkutan sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun terakhir dengan tidak
terputus-putus, kecuali bagi putera Desa yang berada di luar Desa yang
bersangkutan;
h. sekurang-kurangnya telah berumur 25 (duapuluh lima) tahun dan setinggitingginya
60 (enampuluh) tahun;
i. sehat jasmani dan rokhani;
j. sekurang-kurangnya berijazah Sekolah Lanjutan Pertama atau yang
berpengetahuan/berpengalaman yang sederajat dengan itu.
Pasal 5
1. Kepala Desa dipilih secara langsung, umum, bebas dan rahasia oleh penduduk
Desa Warganegara Indonesia yang telah berumur sekurang-kurangnya 17
(tujuhbelas) tahun atau telah/pernah kawin.
44::1100
2. Syarat-syarat lain mengenai pemilih serta tatacara pencalonan dan pemilihan
Kepala Desa diatur dengan Peraturan Daerah, sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
3. Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2), baru berlaku sedudah ada
pengesahan dari pejabat yang berwenang.
Pasal 6
Kepala Desa diangkat oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II atas
nama Gubernur Kepala Derah Tingkat I dari calon yang terpilih.
Pasal 7
Masa jabatan Kepala Desa adalah 8 (delapan) tahun terhitung sejak tanggal
pelantikannya dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya.
Pasal 8
1. Sebelum memangku jabatannya Kepala Desa bersumpah menurut agamanya
atau berjanji dengan sungguh-sungguh dan dilantik oleh pejabat yang
berwenang mengangkat atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
2. Susunan kata-kata sumpah/janji yang dimaksud ayat (1) adalah sebagai berikut :
"Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk diangkat menjadi Kepala Desa,
langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun, tidak
memberikan atau menjanjikan atau akan memberikan sesuatu kepada siapapun
juga.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak
langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai
Kepala Desa dengan sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya, bahwa saya akan taat
dan akan mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara,
bahwa saya senantiasa akan menegakkan Undang-Undang Dasar 1945 dan
segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara Republik
Indonesia. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memegang rahasia
sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya dalam menjalankan jabatan atau
pekerjaan saya, senantiasa akan lebih mengutamakan kepentingan Negara,
Daerah dan Desa daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau sesuatu
golongan dan akan menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, Daerah
dan Desa.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga membantu
memajukan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan masyarakat Desa
pada khususnya, akan setia kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia."
3. Tatacara pengambilan sumpah/janji dan pelantikan Kepala Desa sebagaimana
dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman
yang ditetapkan oleh Meenteri-Dalam Negeri.
Pasal 9
Kepala Desa berhenti atau diberhentikan oleh pejabat yang berwenang
mengangkat karena :
55::1100
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri;
c. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik Kepala Desa yang baru;
d. tidak lagi memenuhi syarat yang dimaksud dalam Pasal 4 Undang-undang
ini;
e. melanggar sumpah/janji yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undangundang
ini;
f. melanggar larangan bagi Kepala Desa yang dimaksud dalam Pasal 13
Undang-undang ini;
g. sebab-sebab lain.
Paragrap Dua
Hak, Wewenang, dan Kewajiban
Pasal 10
1. Kepala Desa menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pimpinan
pemerintahan Desa yaitu menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dan
merupakan penyelenggara dan penanggungjawab utama di bidang
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dalam rangka
penyelenggaraan urusan pemerintahan Desa, urusan pemerintahan umum
termasuk pembinaan ketentraman dan ketertiban sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan menumbuhkan serta mengembangkan
jiwa gotong royong masyarakat sebagai sendi utama pelaksanaan pemerintahan
Desa.
2. Dalam menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pimpinan pemerintahan
Desa yang dimaksud dalam ayat (1), Kepala Desa :
a. bertanggungjawab kepada pejabat yang berwenang mengangkat
melalui Camat;
b. memberikan keterangan pertanggungjawaban tersebut kepada
Lembaga Musyawarah Desa.
Pasal 11
1. Kedudukan dan kedudukan keuangan Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepalakepala
Urusan dan Kepala-kepala Dusun diatur dengan Peraturan Daerah sesuai
dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
2. Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) baru berlaku sesudah ada
pengesahan dari pejabat yang berwenang.
Pasal 12
1. Kepala Desa mewakili Desanya di dalam dan di luar Pengadilan.
2. Apabila dipandang perlu Kepala Desa dapat menunjuk seorang kuasa atau lebih
untuk mewakilinya.
Pasal 13
Kepala Desa dilarang melakukan kegiatan-kegiatan atau melalaikan tindakan yang
menjadi kewajibannya, yang merugikan kepentingan Negara, Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan masyarakat Desa.
66::1111
Bagian Keempat
Sekretariat Desa
Pasal 14
Sekretariat Desa adalah unsur staf yang membantu Kepala Desa dalam menjalankan
hak, wewenang dan kewajiban pimpinan pemerintahan Desa.
Pasal 15
1. Sekretariat Desa terdiri atas :
a. Sekretaris Desa;
b. Kepala-kepala Urusan..
2. Sekretaris Desa diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota madya Kepala
Daerah Tingkat II setelah mendengar pertimbangan Camat atas usul Kepala
Desa sesudah mendengar pertimbangan Lembaga Musyawarah Desa.
3. Apabila Kepala Desa berhalangan maka Sekretaris Desa menjalankan tugas dan
4. wewenang Kepala Desa sehari-hari. Kepala-kepala Urusan diangkat dan
diberhentikan oleh Camat atas nama Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II atas usul Kepala Desa.
5. Syarat-syarat pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Desa dan Kepalakepala
Urusan diatur dalam Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Bagian Kelima
Dusun
Pasal 16
1. Untuk memperlancar jalannya pemerintahan Desa dalam Desa dibentuk Dusun
yang dikepalai oleh Kepala Dusun sesuai dengan pedoman yang ditetapkan
oleh Menteri Dalam Negeri.
2. Kepala Dusun adalah unsur pelaksana tugas Kepala Desa dengan wilayah kerja
tertentu.
3. Kepala Dusun diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas nama
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II atas usul Kepala Desa.
4. Syarat-syarat pengangkatan dan pemberhentian Kepala Dusun diatur dalam
Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam
Negeri.
Bagian Keenam
Lembaga Musyawarah Desa
Pasal 17
1. Lembaga Musyawarah Desa adalah lembaga permusyawaratan/permufakatan
yang keanggotaannya terdiri atas Kepala-kepala Dusun, Pimpinan Lembagalembaga
Kemasyarakatan dan Pemuka-pemuka Masyarakat di Desa yang
bersangkutan.
2. Kepala Desa karena jabatannya menjadi Ketua Lembaga Musyawarah Desa.
3. Sekretaris Desa karena jabatannya menjadi Sekretaris Lembaga Musyawarah
Desa.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Musyawarah Desa ditetapkan dengan
Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam
Negeri.
5. Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (4), baru berlaku sesudah ada
pengesahan dari pejabat yang berwenang.
77::1111
Bagian Ketujuh
Keputusan Desa
Pasal 18
Kepala Desa menetapkan Keputusan Desa setelah dimusyawarahkan/dimufakatkan
dengan Lembaga Musyawarah Desa.
Pasal 19
Keputusan Desa dan Keputusan Kepala Desa tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum, Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 20
1. Ketentuan lebih lanjut tentang Keputusan Desa diatur dengan Peraturan Daerah
sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
2. Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1), baru berlaku sesudah ada
pengesahan dari pejabat yang berwenang.
Bagian Kedelapan
Sumber Pendapatan, Kekayaan dan Anggaran Penerimaan
dan Pengeluaran Keuangan Desa
Pasal 21
1. Sumber pendapatan Desa adalah :
a. Pendapatan asli Desa sendiri yang terdiri dari :
i. -hasil tanah-tanah Kas Desa;
ii. -hasil dari swadaya dan partisipasi masyarakat Desa;
iii. -hasil dari gotong royong masyarakat;
iv. -lain-lain hasil dari usaha Desa yang sah.
b. Pendapatan yang berasal dari pemberian Pemerintah dan
Pemerintah Daerah yang terdiri dari :
i. -sumbangan dan bantuan Pemerintah;
ii. -sumbangan dan bantuan Pemerintah Daerah;
iii. -sebagian dari pajak dan retribusi Daerah yang diberikan
kepada Desa.
c. Lain-lain pendapatan yang sah.
2. Setiap tahun Kepala Desa menetapkan Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran
Keuangan Desa setelah dimusyawarahkan/dimufakatkan dengan Lembaga
Musyawarah Desa.
3. Ketentuan lebih lanjut tentang sumber pendapatan dan kekayaan Desa,
pengurusan dan pengawasannya beserta penyusunan Anggaran Penerimaan
dan Pengeluaran Keuangan Desa diatur dengan Peraturan Daerah sesuai
dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
4. Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (3), baru berlaku sesudah ada
pengesahan dari pejabat yang berwenang.
BAB III
KELURAHAN
Bagian Pertama
Pembentukan, Pemecahan, Penyatuan,
dan Penghapusan Kelurahan
88::1111
Pasal 22
1. Dalam Ibukota Negara, Ibukota Propinsi, Ibukota Kabupaten, Kotamadya, Kota
Administratif dan Kota-kota lain yang akan ditentukan lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri, dapat dibentuk Kelurahan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1 huruf b.
2. Kelurahan yang dimaksud dalam ayat (1), dibentuk dengan memperhatikan
syarat-syarat luas wilayah, jumlah penduduk dan syarat-syarat lain yang akan
ditentukan lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
3. Pembentukan, nama dan batas Kelurahan diatur dengan Peraturan Daerah
sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
4. Ketentuan tentang pemecahan, penyatuan, dan penghapusan Kelurahan diatur
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
5. Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (3), baru berlaku sesudah ada
pengesahan dari pejabat yang berwenang.
Bagian Kedua
Pemerintah Kelurahan
Pasal 23
1. Pemerintah Kelurahan terdiri dari Kepala Kelurahan dan Perangkat Kelurahan.
2. Perangkat Kelurahan terdiri dari Sekretariat Kelurahan dan Kepala-kepala
lingkungan.
3. Susunan organisasi dan tatakerja Pemerintah Kelurahan yang dimaksud dalam
ayat (1), diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
4. Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (3), baru berlaku sesudah ada
pengesahan dari pejabat yang berwenang.
Bagian Ketiga
Kepala Kelurahan
Pasal 24
1. Kepala Kelurahan adalah penyelenggara dan penanggungjawab utama di
bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dalam rangka
penyelenggaraan urusan pemerintahan Daerah, urusan pemerintahan Umum
termasuk pembinaan ketentraman dan ketertiban sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Kepala Kelurahan adalah Pegawai Negeri yang diangkat oleh
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II/Walikota atas nama Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I dengan memperhatikan syarat-syarat dan ketentuanketentuan
tentang kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan syarat-syarat yang dimaksud dalam Pasal 4 kecuali huruf g
Undang-undang ini.
Pasal 25
1. Sebelum memangku jabatannya Kepala Kelurahan bersumpah menurut
agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh dan dilantik oleh pejabat
yang berwenang mengangkat atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
2. Susunan kata-kata sumpah/janji yang dimaksud ayat (1) adalah sebagai berikut :
"Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk diangkat, menjadi Kepala
Kelurahan, langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun, tidak
99::1111
memberikan atau menjanjikan atau akan memberikan sesuatu kepada siapapun
juga.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekalikali akan menerima langsung ataupun
tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai
Kepala Kelurahan dengan sebaikbaiknya dan sejujur-jujurnya, bahwa saya akan
taat dan akan mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara,
bahwa saya senantiasa akan menegakkan Undang-Undang Dasar 1945 dan
segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara Republik
Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang
menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan. Saya
bersumpah/berjanji, bahwa saya dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan
saya, senantiasa akan lebih mengutamakan kepentingan Negara, Daerah dan
Kelurahan daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau sesuatu golongan
dan akan menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, Daerah, dan
Kelurahan.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga membantu
memajukan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan masyarakat
Kelurahan pada khususnya, akan setia kepada Bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia".
3. Tatacara pengambilan sumpah/janji dan pelantikan Kepala Kelurahan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah sesuai
dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Pasal 26
Kepala Kelurahan berhenti atau diberhentikan oleh pejabat yang berwenang
mengangkat karena :
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri;
c. tidak lagi memenuhi syarat yang dimaksud dalam pasal 4 kecuali huruf g
Undang-undang ini;
d. melanggar sumpah/janji yang dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) Undangundang
ini;
e. melanggar larangan bagi Kepala Kelurahan yang dimaksud dalam Pasal 28
Undang-undang ini;
f. sebab-sebab lain.
Pasal 27
Dalam menjalankan tugas dan wewenang pimpinan pemerintahan Kelurahan,
Kepala Kelurahan bertanggungjawab kepada pejabat yang berwenang
mengangkat melalui Camat.
Pasal 28
Kepala Kelurahan dilarang melakukan kegiatan-kegiatan atau melalaikan tindakan
yang menjadi kewajibannya, yang merugikan kepentingan Negara, Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan masyarakat Kelurahan.
1100::1111
Bagian Keempat
Sekretariat Kelurahan
Pasal 29
Sekretariat Kelurahan adalah unsur staf yang membantu Kepala Kelurahan dalam
menjalankan tugas dan wewenang pimpinan pemerintahan Kelurahan.
Pasal 30
1. Sekretariat Kelurahan terdiri atas Sekretaris Kelurahan dan Kepala-kepala
Urusan.
2. Sekretaris Kelurahan dan Kepala-kepala Urusan adalah Pegawai Negeri yang
diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat
II/Walikota atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dengan
memperhatikan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tentang kepegawaian
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Apabila Kepala Kelurahan berhalangan maka Sekretaris Kelurahan menjalankan
tugas dan wewenang Kepala Kelurahan sehari-hari.
Bagian Kelima
Lingkungan
Pasal 31
1. Untuk memperlancar jalannya pemerintahan Kelurahan di dalam Kelurahan
dapat dibentuk Lingkungan yang dikepalai oleh kepala Lingkungan sesuai
dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
2. Kepala Lingkungan adalah unsur pelaksana tugas Kepala Kelurahan dengan
wilayah kerja tertentu.
3. Kepala Lingkungan adalah Pegawai Negeri yang diangkat dan diberhentikan
oleh Bupati/Walikota atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, dengan
memperhatikan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan kepegawaian sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV
KERJASAMA DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Pasal 32
1. Kerjasama antar Desa, antar Kelurahan dan antara Desa dengan Kelurahan
diatur oleh pejabat tingkat atas yang bersangkutan.
2. Perselisihan antar Desa, antar Kelurahan dan antara Desa dengan Kelurahan
penyelesaiannya diatur oleh pejabat tingkat atas yang bersangkutan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 33
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II/Walikota melaksanakan
pembinaan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Desa dan pemerintahan
Kelurahan untuk mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya baik
mengenai urusan rumah tangga Desanya maupun mengenai urusan pemerintahan
umum.
1111::1122
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 34
1. Dengan Peraturan Daerah ditentukan bahwa Keputusan Desa mengenai hal-hal
tertentu, baru berlaku sesudah ada pengesahan dari Bupati/ Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II.
2. Keputusan Desa dan Keputusan Kepala Desa yang bertentangan dengan
kepentingan umum, Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan
lainnya dibatalkan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
3. Pengawasan umum terhadap penyelenggaraan pemerintahan Desa dan
pemerintahan Kelurahan dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
4. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan ayat (1), (2) dan (3) diatur dengan
Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam
Negeri.
BAB VI
ATURAN PERALIHAN
Pasal 35
1. Desa atau yang disebut dengan nama lainnya yang setingkat dengan Desa yang
sudah ada pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini dinyatakan sebagai
Desa menurut Pasal 1 huruf a.
2. Suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai
organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berada di
Ibukota Negara, Ibukota Propinsi, Ibukota Kabupaten, Kotamadya, Kota
Administratif, dan Kota-kota lainnya yang tidak termasuk dalam ketentuan yang
dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai Kelurahan menurut Pasal 1 huruf b.
Pasal 36
1. Kepala Desa, Kepala Kelurahan atau yang disebut dengan nama lainnya dan
perangkatnya yang ada pada saat berlakunya Undang-undang ini tetap
menjalankan tugasnya kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang ini.
2. Lembaga Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lainnya yang
sudah ada pada saat berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan sebagai
Lembaga Musyawarah Desa menurut Pasal 17.
Pasal 37
Segala peraturan perundang-undangan yang ada, sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-undang ini, tetap berlaku selama belum dicabut atau diganti
berdasarkan Undang-undang ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Hal-hal yang belum diatur dan segala sesuatu yang timbul sebagai akibat
dilaksanakannya Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 39
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini tidak berlaku lagi :
1122::1122
a. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desapraja (Lembaran Negara
Tahun 1965 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2779);
b. Segala ketentuan yang bertentangan dan atau tidak sesuai dengan Undangundang
ini.
Pasal 40
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undangundang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 1 Desember 1979
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
t.t.d.
SOEHARTO
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Desember 1979
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
t.t.d.
SUDHARMONO, SH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar